Full width home advertisement

Perjalanan Umroh & Haji

Explore Nusantara

Jelajah Dunia

Post Page Advertisement [Top]

A.    Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Produktif
  1. Pengertian Zakat
Zakat berasal dari bentuk kata zaka yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh dan berkembang.[1] Dalam kitab-kitab hukum Islam perkataan zakat diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Dan jika pengertian ini dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta ang dizakati itu akan tumbuh dan berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang ounya harta).[2]
Sedangkan menurut istilah, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oelh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyasratan tertentu pula.[3] Kaitan antara makna secara bahasa dan istilah ini berkaitan sekali yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, tumbuh, dan berkembang.
Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi pemerataan karunia Allah SWT sebagai fungsi social ekonomi, sebagai perwujudan solidaritas social, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dan miskin dan zakat juga sebagai sarana membangun kedekatan antara yang kuat dengan yang lemah.
Secara lahiriah, zakat mengurangi nilai nominal (harta) dengan mengeluarkannya, tetapi dibalik pengurangan yang bersifat zahir ini, hakikatnya akan bertambah dan berkembang yang hakiki di sisi Allah SWT. Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, transedental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan umat manusia, terutama umat Islam. Zakat juga dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa (menumbuhkan aakhlak mulia, menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta berkah, dengan begitu akhirnya tercipta suasana ketenangan bathin yang terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan yang selalu melinkupi hati.
Mengutip dari Yusuf Qardhawi Ibnu Taimiyah berkata : Jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya akan bersih pula: bersih dan bertambah maknanya[4]. Berarti suci dan tumbuh tidak dipakai hanya untuk kekayaan tetapi dari itu pun sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 103 sebagai berikut:
. خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ   (التوبة: ٠١ ٣)
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

  1. Dasar Hukum Zakat
Zakat sebagai rukun Islam yang ketiga di samping sebgai ibadah dan bukti ketundukan kepada Allah SWT, juga memiliki fungsi social yang sangat besar, di samping merupakan salah satu pialar ekonomi Islam. Jika zakat, infaq, dan shadaqah ditata dengan baik, baik penerimaan dan pengambilannya maupun pendistribusiannya, insya Allah akan mampu mengentaskan masalah kemiskinan atau paling tidak mengurangi masalah kemiskinan.
Zakat dala Al-Qura’an disebut sebanyak 82 kali, ini menunjukkan hukum dasar zakat yang sangat kuat, antara lain:
    1. Surat Al Baqarah ayat 110 sebagai berikut:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ.  (البقرة:٠١١)
                       
Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat, apapun yang diusahakan oleh dirimu tentu kamu akan mendapat pahalanya disisi Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui kegiatan apapun yang kamu kerjakan”
                 (Qs. Al Baqaraha: 110)

    1. Surat At- Taubah ayat 11 sebagai berikut:
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ.ƒ  (التوبة:١١ )
Artinya:    Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.”

    1. Surat At-Taubah ayat 60 sebagai berikut:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.   (التوبة: ٠٦ )
Artinya:    “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(Qs. At-Taubah : 60)



Adapin dasar hukum berdasarkan sunnah yaitu:
Artinya :   Dari Ibnu Abbas r. a dia berkata : Aku diberitahu oleh Abu Sufyan r.a Kalau ia menyebutkan hadits Nabi SAW, ia mengatakan “Nabi menyambung silaturrahmi, dan ifaf (menahan diri dari perbuatan buruk).”  (Bukhari II, 1993: 320).

Dari uraian nash diatas dapat dipahami mengenai kewajiban mengeluarkan zakat. Pemahaman ini berdasarkan pada kejelasan shigot berupa redaksi dalam bentuk fiil amar yang berarti kewajiban atau perintah, oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menunaikan zakat.

B.     Tujuan, Hikmah dan Hakikat Zakat
a.      Tujuan Zakat
Yang dimaksud dengan tujuan zakat dalam hubungan ini adalah sasaran praktisinya tujuan tersebut adalah sebagai berikut:[5]
  1. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
  2. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang.
  3. Mengangkat derajat dan membantunya keluar dari kesulitan jidup mustahiq.
  4. Sarana pemerataan pendapatan (Rizki) untuk mencukupi keadilan social.
b.      Hikmah Zakat
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam melaksnakan ibadah zakat. Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, vertikal dan horizontal.[6] Artinya secara vertikal, zakat sebagai ibadah dan wujud ketakwaan dan kesyukuran seorang hamba kepada Allah atas nikmat berupa harta yang diberikan Allah kepadanya serta untuk membersihkan dan mensucikan diri dan hartanya itu. Dalam konteks inilah zakat bertujuan untuk menata hubungan seorang hamba dengan Tuhannya sebagai pemberi rezeki.
Sedangkan secara horizontal; zakat bertujuan mewujudkan rasa keadilan sosial dan kasih sayang di antara pihak yang mampu dengan pihak yang tidak mampu dan dapat memperkecil problema dan kesenjangan sosial serta ekonomi umat. Dalam konteks ini zakat diharapkan dapat mewujudkan pemerataan dan keadilan sosial di antara kehidupan ummat manusia, terutama Islam.
Dalam hal ini, para ulama telah membahas mengenai apa hikmah dan tujuan dari adanya zakat. Di antaranya, menurut Yusuf Qardhawi, secara umum terdapat dua tujuan dari ajaran zakat, yaitu untuk kehidupan individu dan untuk kehidupan sosial kemasyarakatan. Tujuan pertama meliputi pensucian jiwa dari sifat kikir, mengembangkan sifat suka berinfak atau memberi, mengobati hati dari cinta dunia, mengembangkan kekayaan batin dan menumbuhkan rasa simpati dan cinta sesama manusia. Dengan ungkapan lain, esensi dari semua tujuan ini adalah pendidikan yang bertujuan untuk memperkaya jiwa manusia dengan nilai-nilai spiritual yang dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.[7]
Tujuan kedua memiliki dampak kehidupan kemasyarakatan secara luas. Dari segi kehidupan masyarakat, zakat merupakan bagian dari sistem jaminan sosial dalam islam. Kehidupan masyarakat sering terganggu oleh problem kesenjangan, gelandangan, problem Kematian dalam keluarga dan hilangnya perlindungan, bencana alam maupun kultural dan lain sebagainya.[8]
Hikmah yang terkandung di dalamnya, baik yang berkaitan dengan Allah SWT maupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain:[9]
a.       Mensyukuri karunia Illahi, menumbuh suburkan harta dan pahala serta membersihkan diri dari sifat kikir, dengki dan iri
b.      Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan
c.       Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin.
c.       Hakikat Zakat
Adapun hakikat zakat, berdasarkan dalil-dalil yang mewajibkannya adalah merupakan hak mustahiq dan bukan merupakan pemberian atau kebaikan hati orang-orang kaya semata. Dengan kata lain, zakat mencerminkan kewajiban bagi orang-orang kaya dan hak yang legal bagi golongan miskin, baik diminta ataupun tidak.[10]
Dengan demikian di dalam zakat tidak ada istilah hudang budi, balas budi, malu ataupun hina. Hal ini karena hakikatnya zakat adalah pemberian dari Allah SWT. Lagi pula menurut Islam seseorang yang kaya tidaklah berlebih kedudukannya di sisi Allah dari orang miskin karena hartanya. Karena yang membedakannya hanya derajat ketaqwaannya.
Hakikat zakat yang demikian menanamkan kesadaran bahwa segala yang ada di bumi dan dilangit serta seisinya adalah milik Allah dan harta yang dimiliki seseorang itu pada hakikatnya adalah amanah dari Allah SWT semata. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT yang berbunyi:
óOs9r& (#þqãKn=÷ètƒ ¨br& ©!$# uqèd ã@t7ø)tƒ spt/öq­G9$# ô`tã ¾ÍnÏŠ$t7Ïã äè{ù'tƒur ÏM»s%y¢Á9$# žcr&ur ©!$# uqèd Ü>#§q­G9$# ÞOŠÏm§9$#   (التوبة: )
Artinya:    “Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (QS. At-Taubah ayat: 104)

Berdasarkan surat At-Taubah ayat 104, zakat adalah menyerahterimakan harta benda kepada Allah SWT, sebelum diterima oleh orang fakir dan orang yang berhak menerimanya. Zakat adalah proses pengoperan hak milik kepaad Allah SWT. Dengan demikian hakikat zakat sebenarnya adalah mengeluarkan harta benda kepada Allah SWT.
Artinya orang fakir miskin menerima pengalihan harta itu bukan dari orang kaya,
kan tetapi dari Allah Ta’ala. Harta yang diberikan Allah kepada orang-orang kaya dikembalikan lagi oleh mereka kepada Allah, dan Allah yang berikan kepada orang miskin.[11] Jadi orang miskin bukan menerima harta dari orang kaya melainkan dari Allah.
                       
C.    Pendayagunaan Dana Zakat
1.      Pengertian Pola Pendayagunaan
Kata “pola” dalam kamus ilmiah popular artinya bentuk atau system.[12] Sedangkan kata “pola” dalam kamus ilmiah popular artinya model, contoh atau pedoman (rancangan).[13] Pada pembahasan ini maka pola lebih tepat diartikan sebgai bentuk, karena memiliki keterkaitan dengan kata yang dirangkulnya yaitu pola pendayagunaan, yang berarti bentuk pendayagunaan.
Sedangkan pendayagunaan berasal dari kata “guna” yang berarti manfaat, adapun pengertian pendayagunaan sendiri menurut kamus besar bahasa Indonesia:
-          Pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat
-          Pengusaha (tenga dan sebagainya) agar mampu menjalankan tugas dengan baik.[14]
Maka dapat disimpulkan bahwa pendayagunaan adalah bagaimana cara atau usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar dan lebih baik. Adapun pola pendayagunaan dana zakat merupakan bentuk proses optimalisasi pendayagunaan dana zakat agar lebih efektif dan, bermanfaat dan berdayaguna.
2.      Bentuk dan Sifat Pendayagunana/Penyaluran
Ada dua bentuk penyaluran dana antara lain:
a.       Bentuk sesaat, dalam hal ini beratri bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa penyakuran kepada mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi dalam diri mustahik. Hal ini dikarenakan mustahik yang barsangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua yzng sudah jumpo, orang cacat. Sifat dan bantuan sesaat ini idealnya adalah hibah.
b.      Bentuk pemerdayaan, merupakan penyaluran zakat yang disertai target merubah keadaan penerima dari kondisi kategori mustahik menjadi kategori muzakki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima. Apabila permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan, harus diketahui penyebab kemiskinan tersebut sehingga tidak dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya target yang telah dicanangkan.[15]
Menurut Widodo sifat dana bantuan pemerdayaan terdiri dari tiga yaitu:
a)      Hibah, zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada ikatan antara pengelola dengan mustahik setelah penyerahan zakat.
b)      Dana bergulir, Zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleg pengelola kepada mustahik dengan catatan harus qardul hasan, artinya tidak boleh ada kelebihan yang harus diberikan oleh mustahik kepada pengelola ketika pengembaliaan pinjaman tersebut. Jumlah pengembalian sama dengan jumlah yang dipinjamkan.
c)      Pembiayaan, penyaluran zakat oleh pengelola kepada mustahik tidak boleh dilakukan berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti shahibul maal dengan mudharib dalam penyaluran zakat.[16]
Menurut M. Daud Ali pemanfaatan dana zakat dapat dikatagorikn sebagai berikut:
a)      Pendayagunaan yang konsumtif dan tradisional sifatnya dalam kategori ini penyaluran diberikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang berangkutan seperti: zakat fitrah yang diberkan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat harta yang diberikan kepada korban bencana alam.
b)      pendayagunaan yang konsumtif kreatif, maksudnya penyaluran dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa dan lain-lain.
c)      pendayagunaan produktif tradisional, maksudnya penyaluran dalam bentuk barang-barang produktif, misalnya kambing, sapi, mesin jahit, alat-alat pertukangan, dan sebagainya. Tujuan dari kategori ini adalah untuk menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja bagi fakir miskin.
d)     pendayagunaan produktif kreatif, pendayagunaan ini diwujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan baik untuk membangun sebuah proyek social maupun untuk membantu atau menambah modal seorang pedagang atau pengusaha kecil.[17]

D.    Pemberdayaan Ekonomi Umat
1.      Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Istilah pemberdayaan masyarakat mengacu pada kata empowerment yang berarti penguatan. Yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka. Maka pendekatan pemberdayaan masyarakat yang diharapkan adalah yang dapat memposisikan individu sebagai subjek bukan sebagai objek.[18]
Payne sebagaimana dikutip Adi (2003) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah:
“To help client gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of socisl or personal block to exercising excisting power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients”.

(membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya) [19]

Menurut Suharto (2005) pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan bebas dari kesakitan (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatanya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.[20]
Adi (2005) juga mengutip pendapat Ife tentang pemberdayaan. Ife menjelaskan bahwa:
“empowerment means providing people with the resources, opportunities, knowledge, and skill to increasentheir capacity to determine their own future and to participate in and affect the life of their community.”

“Pemberdayaan sebagai sarana untuk memberikan orang dengan sumber-sumber, kesempatan-kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga dapat menentukan masa depan dan berpartisipasi dalam kehidupan komunitas mereka”.[21]

Selanjutnya Kartasasmita dalam buku Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial yang ditulis oleh Sulistiati (2004) mengatakan, bahwa memberdayakan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara mengembangkan dan mendinamisasi potensi-potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain menjadikan masyarakat mampu dan mandiri dengan menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan anggota individu anggota masyarakat tetapi juga pranata-pranatanya, menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerjakeras, hemat, keterbukaan, dan tanggung jawab adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan.[22]
Sedang menurut Parsons yang dikutip oleh Suharto (2005) pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengontrolan atas dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupanya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh pengetahuan, keterampilan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatianya.[23] 
Menurut Cristenson dan Robinson, yang dikutip oleh Soetomo, bahwa:
“pengertian pemberdayaan masyarakat adalah sebagai suatu proses dimana masyarakat yang tinggal pada lokasi tertentu mengembangkan prakarsa untuk melaksanakan suatu tindakan sosial (dengan atau tanpa intervensi) untuk mengubah situasi ekonomi, sosial, kultural, dan atau lingkungan mereka.”[24]

Dari definisi Cristenson dan Robinson, terlihat kesan yang hendak menyatakan bahwaa dalam memberdayakan masyarakat intervensi bukanlah suatu hal yang mutlak, justru yang lebih penting adalah partisipasi masyarakat dalam proses yang berlangsung dimana pemberdayaan itu dilaksanakan.
Dari berbagai pengertian yang ada, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu upaya yang dilakukan untuk membuat masyarakat berdaya dengan mengembangkan keterampilan yang dimilikinya, yang dapat dikembangkan dalam pelatihan-pelatihan keahlian hidup, agar masyarakat menjadi berdaya dan dapat mandiri.
2.      Intervensi Dalam Proses Pemberdayaan Masyarakat
Parson dalam Suharto (2005) menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Namun demikian, tidak semua intervensi pekerjaan social dapat dilakukan melalui kolektivitas. Dalam beberapa situasi strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual. Meskipun pada giliranya strategi inipun tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau system diluar dirinya. Dalam konteks pekerjaan sosial pemberdayaan dapat dilakukan melalui: 
a.       Intervensi Mikro, yaitu pemberdayaan yang dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stes management, ciri intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupanya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centred approach).
b.      Intervensi mezzo, yaitu pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamakan kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c.       Intervensi makro. Pendekatan ini disebut strategi system besar (large-system strategi), karena sasaran perubahan diarahkan pada system lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistim besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menemukan strategi yang tepat untuk bertindak.[25] Intervensi makro mencakup berbagai metode professional yang digunakan untuk mengubah system sasaran yang lebih besar dari individu, kelompok dan keluarga. Yaitu organisasi, komunitas baik setingkat lokal, regional maupun nasional secara utuh.[26]
3.      Tahapan-tahapan Pemberdayaan Masyarakat
Dalam pemberdayaan tidak langsung terbentuk atau terjadi secara langsung maupun tiba-tiba, tetapi melalui beberapa proses tahapan yakni:
a.       Tahapan Persiapan
Tahapan ini meliputi penyiapan petugas (comunity development), dimana tujuan utama ini adalah untuk menyamakan persepsi antar anggota agen perubah (agent of change) mengenai pendekatan apa yang akan dipilih dalam melakukan pengembangan masyarakat. Sedangkan pada tahapan penyiapan lapangan, petugas melakukan setudi kelayakan terhadap daerah yang akan di jadikan sasaran. Pada tahapan ini terjadi kontrak awal dengan kelompok sasaran.
b.      Tahapan Assessment
Proses assessment yang dilakukan disini adalah dengan mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan) dan juga sumber daya manusia yang dimiliki klien. Dalam proses penilaian ini dapat pula digunakan teknik SWOT, dengan melihat kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman.
c.       Tahapan Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan.
Pada tahapan ini agen perubahan (agent of change) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya.
d.      Tahapan Pemformulasikan Rencana Aksi
Pada tahapan ini agen membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.
e.       Tahapan Pelaksanaan (implementasi) Program
Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahapan yang paling krusial (penting) dalam proses pengembangan masyarakat, karena sesuatu yang sudah di rencanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaan  di lapangan bila tidak ada kerja sama antara warga.
f.       Tahapan Evaluasi
Tahapan ini sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan pada pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga.
g.      Tahapan Terminasi
Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Terminasi dilakukan seringkali bukan karena masyarakat sudah dapat dianggap mandiri, tetapi tidak juga terjadi karena proyek sudah harus dihentikan karena sudah melebihi jangka waktu yang ditetapkan sebelumnya, atau karena sudah melebihi jangka waktu yang ditetapkan sebelumnya atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana yang dapat dan mau meneruskan.
4.      Proses Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan sebagai suatu proses merupakan sesuatu yang berkesinambungan dimana komunitas atau kelompok masih ingin melakukan perubahan serta perbaikan dan tidak hanya terpaku pada satu program saja.[27] Proses pemberdayaan masyarakat terdiri dari lima tahap:
a.       Menghadirkan kembali pengalaman yang dapat memberdaya guna dan tidak memberdayakan.
b.      Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan tidak memberdayakan.
c.       Mengidentifikasi masalah.
d.      Mengidentifikasi basis daya yang bermakna.
e.       Mengembangkan rencana-rencana aksi dan pengimplementasian.[28]
Namun dalam proses pemberdayaan bahwa peran serta masyarakat merupakan tahapan yang penting dalam peningkatan pembangunan. [29] Mutu peran serta masyarakat dapat dibedakan dengan memahami motivasi mereka. Dalam hal ini peran serta dibagai menjadi lima yaitu:
a.       Berperan serta karena mendapat perintah.
b.      Berperan serta karena ingin mendapat imbalan.
c.       Berperan serta secara sukarela, tanpa mengharapkan imbalan.
d.      Berperan serta atas prakasa atau inisiatif sendiri.
e.       Berperan serta disertai dengan kreasi atau daya cipta.
Dari uraian diatas bahwa proses pemberdayaan yang terjadi pada masyarakat, terjadi secara simultan sehingga upaya yang dilakukan berkesinambungan untuk meningkatkan daya yang ada.




[1]Drs. K.H Didin Hafidhudhin. Msc, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, Shadaqah (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), cet ke – 1, H.13
[2] M. Daud Ali, “Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf,” (Jakarta : UI- press, 1998).h.41
[3]Didin Hafidhudhin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, Shadaqah”, (Jakarta: Gema Insani Pres, 1998) cet kepertama, h.13
[4]Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat: Studi Komperasi Mengenai Status dan F Filsafat Zakat Berdasarkan Al – Qur’an dan Hadis (Jakarta: Mizan, 1996), cet ke-4, h.34. 
[5]M. Daud Ali, “Sistem Ekonomi IslamZakat dan Wakaf” (Jakarta: UI Press, 1988). H.40
[6]Asnaini, Zakat Produktif dalam Persektif Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 42
[7] Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Lentera, 1991), h. 848-876
[8] Ibid, h. 881-917
[9] Ibid, h. 15
[10] Asnaini, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 44
[11] Ibid, h. 46
[12]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet ke 1, h. 692
[13]Puis A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Artaloka, 1994),h 605
[14] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h 189
[15] Lili Bariadi et. Al, Zakat dan Wirausaha (Jakarta: CED, 2005), h.25
[16] Ibid., h. 85-86
[17] Daud Ali., Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, h.62-63
[18]Setiana L., Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat”, dalam nurjanah, ed., Implikasi Filsafat Konstruktivisme Untuk Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 2007), Cet-1, h.79
[19]Isbandi Rukminto Adi, “Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyaraka, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 77-78
[20]Edi Suharto, “Membangun Masyarakat Memberdayakan rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama , 2005), h. 58.
[21]Isbandi Rukminto Adi, “Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyaraka”, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 50-51
[22]Sulistiati, “Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategi (Jakarta: Balai latihan dan pengembangan Sosial Depsos RI, 2004), h.229
[23]Edi Suharto, “Membangun Masyarakat Memberdayakan rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama , 2005), h. 58.
[24]Soetomo, “strategi-strategi Pembangunan Masyarakat” (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2006), h.81.
[25]Edi Suharto, “Membangun Masyarakat Memberdayakan rakyat, (Bandung: PT Refika Aditama , 2005), h. 66.
[26]Isbandi Rukminto Adi, “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Investasi Komunitas”,  (Jakarta: FEUI Press, 2003), h. 57.
[27]Isbandi Rukminto Adi, “Pemikiran-pemikiran dalam Kesejahteraan sosial”, (Jakarta: Penerbit Fakultas ekonomi UI,  2002), seri II,  h.173
[28]Nanich Machendra dan Agus Ahmad Syafe’I, “Pengembangan Masyarakat Islam”,  (Bandung: Rosdakarya, 2001), Cet ke-1,h.25.
[29]Pelatihan Calon Pendamping Masyarakat oleh Masyarakat  Mandiri Dompet Dhuafah Republika Bersama Fakultas Dakwah  dan Komunikasi 27-28 juli 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| All Rights Reserved - Designed by Colorlib