Selasa, 08 Mei 2012

Kelompok Kepentingan Anomik dalam Infrastruktur Politik Indonesia

Infrastruktur politik yaitu suasana kehidupan politik rakyat yang berhubungan dengan kehidupan lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam kegiatannya dapat memengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadapa kebijakan lembaga-lembaga kenegaraan dalam menjalankan fungsi serta kekuasaannya masing-masing. Untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Infrastruktur politik mempunyai 6 unsur diantaranya:
1. Partai Politik
2. Kelompok Kepentingan
3. Kelompok Penekan
4. Media Komunikasi Politik
5. Organisasi Masyarakat
6. Tokoh Politik
Dalam infrasruktur politik dibentuk partai-partai politik. Selain partai politik, terdapat juga organisasi abstrak tidak resmi. Kelompok ini disebut kelompok penekan dan kelompok yang mempunyai kepentingan Antara bagian-bagian suprastruktur politik dengan unsur-unsur infrastruktur politik terdapat hubungan saling memengaruhi sehingga menumbuhkan suasana kehidupan politik yang serasi. Unsur-unsur infrastruktur politik berfungsi memberikan masukan kepada suprastruktur politik.
Dalam kesempatan kali ini, penulis tidak akan membahas tentang bagian-bagian atau unsur-unsur Insfrastruktur politik secara keseluruhan, akan tetapi akan membahas tentang bagian dari Kelompok Kepentingan (interest group) sebagai Kelompok Kepentingan Anomik (interest group anomik).
Kelompok kepentingan merupakan kelompok yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik, kelompok ini tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung. Masyarakat bergabung untuk kepentingan dan keuntungan warganya. Kelompok ini tempat menampung saran, kritik, dan tuntutan kepentingan bagi anggota masyarakat, serta menyampaikannya kepada sistem politik yang ada. Kelompok ini penting bagi anggota masyarakat.
Gabriel A. Almond mengidentifikasi kelompok kepentingan ke dalam jenis-jenis kelompok :
(1) Interest Group Asosiasi. Interest group khusus didirikan untuk memeperjuangkan kepentingan-kepentingan tertentu dari masyarakat atau golongan, namun masih mencakup beberapa yang luas. Yang termasuk kelompok ini adalah Ormas. misalnya NU, Muhamadiyah, Kadin, SPSI, dll
(2) Interest Group Institusional. Interest group pada umumnya terdiri atas berbagai kelompok manusia berasal dari lembaga yang ada, dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan orang-orang yang menjadi anggota lembaga yang dimaksudkan. Misalnya PGRI, IDI, dan organisasi seprofesinya.
(3) Interest Group Nonasosiasi. Interest group ini didirikan secara khusus dan kegiatannya juga tidak dijalankan secara teratur, tetapi aktivitasnya kelihatan dari luar apabila masyarakat memerlukan dan dalam keadaan mendesak. Yang dimaksud dengan masyarakat dalam hal ini, dapat berwujud masyarakat setempat tinggal, masyarakat seasal pendidikan, masyarakat seketurunan, dll.
(4) Interest Group Anomik. Interest group inidapat terjadi secara mendadak dan tidak bernama. Aktivitas pada umumnya berupa aksi-aksi demontrasi atau aksi-aksi bersama. Apabila kegiatannya tidak terkendalikan, dapat menimbulkan keresahan dan kerusuhan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat secara stabilitas nasional. Untuk mencegah dampak aktivitas buruk kelompok ini, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang hak mengeluarkan pendapat dimuka umum.
Kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah dapat menguntungkan maupun merugikan masyarakat. Kepentingan dan kebutuhan rakyat dapat dipenuhi namun dapat pula terabaikan dan tidak terpenuhi. Oleh karena itu rakyat berkepentingan dan perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh pemerintahnya. Oleh sebab di atas, mereka dapat mengartikulasikan kepentingan dan kebutuhan mereka kepada pemerintah melalui kelompok-kelompok yang mereka bentuk bersama atas dasar kepentingan yang sama. Kelompok kepentingan ini berbeda dengan partai politik, karena tujuan partai politik adalah menduduki jabatan publik.
Salah satu dari sekian banyak kasus tentang aksi demokrasi sebagai salah satu bentuk dari kelompok kepentingan anomik di negeri ini adalah tentang Mesuji. Yaitu demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa Lampung ke Mabes Polri misalnya.
Mahasiswa Lampung yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Lampung se-Jabodetabek menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Baharkam (Badan Pemeliharaan Keamanan), Mabes Polri. Mereka menuntut kepolisian menuntaskan kasus Mesuji di Lampung dan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Dalam tuntutannya, Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Lampung se-Jabodetabek ini menuntut Polri menyelesaikan kasus Mesuji, agar permasalahan ini segera diatasi. Apabila ada anggota (polisi) terlibat, harus ditindak. Dalam aksinya, demonstran menuntut pemberhentian Kapolda Lampung dan Kapolres Tulang Bawang, Lampung. Munurut mereka, pejabat-pejabat polisi tersebut telah gagal dalam mengemban tugas dan membela dan melindungi kepentingan rakyat.
Mabes Polri harus periksa Kapolres dan Kapolda. Kalau perlu, copot mereka. Kami meminta pemimpin yang membela rakyat bukan pelindung kapitalis, ujar mereka. Demonstran juga membawa berbagai spanduk dan poster yang berisi berbagai tuntutan dan kecaman mereka.
Tulisan-tulisan di poster yang mereka bawa di antaranya ‘Tutup dan Cabut Hak Izin Usaha PT SWA dan PT Silva Inhutani,’ ‘Tindak Tegas Aparat yang Terlibat Pelanggaran HAM di Mesuji,’ ‘Selesaikan Kasus di Mesuji,’ dan ‘Kami Butuh Peradilan yang Nyata untuk Kasus Mesuji.’
Para mahasiswa Lampung itu mengenakan pakaian berwarna hitam dengan pita merah tersemat di lengan kiri mereka, sebagai simbol duka cita. “Ini bentuk solidaritas kami terhadap korban Mesuji yang sampai sekarang kasusnya terbengkalai. Pita merah menunjukkan kepedihan kami,” ucap salah seorang mahasiswa yang turut berdemonstrasi.
Persoalan kekerasan yang terjadi selama puluhan tahun di Mesuji berakar dari persoalan agraria yang berlarut-larut dan tidak terselesaikan. Persoalan agraria di Mesuji semakin pelik sejak Menteri Kehutanan memberikan izin perluasan lahan kepada PT Silva Inhutani untuk mengelola lahan dari 33 ribu hektar menjadi 42 ribu hektar, pada tahun 1996.
Perluasan lahan tersebut mengakibatkan pencaplokan lahan adat yang sebelumnya dikelola ratusan petani. Lampung memang menyimpan potensi konflik yang cukup tinggi antara masyarakat dengan perusahaan. Kepala Kepolisian Daerah Lampung, Brigjen. Pol. Jodie RoosetoJodie mengatakan, ada sekitar 11 perusahaan besar di Lampung yang mengalami konflik tanah dengan masyarakat, di antaranya PT Silva Inhutani, PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), PT Aruna Wijaya Sakti (AWS), dan PT Indo Lampung.
Itulah salah satu bentuk dari aksi yang dilakukan oleh Kelompok Kepentingan Anomik, dengan sendirinya timbul kalau ada suatu kebijakan atau kasus yang dianggap tidak pro terhadap kepentingan rakyat, dan apabila sudah selesai atau tuntutan mereka telah dilaksanakan oleh pemerintah, maka dengan sendirinya akan bubar.