Full width home advertisement

Perjalanan Umroh & Haji

Explore Nusantara

Jelajah Dunia

Post Page Advertisement [Top]

International Criminal Court (ICC)
dan Penanganan Konflik Darfur
Oleh
UUF ROUF

A.    Sejarah Pembentukan International Criminal Court            
Persiapan untuk pembentukan International Criminal Court pada tahun 1950, Majelis Umum PBB membentuk sebuah panitia Committee on International Criminal Jurisdiction yang bertugas untuk menyiapkan Statuta ICC.[1] Pada perkembangannya, panitia ini tidak berjalan baik dikarenakan adanya Perang Dingin. Pada tahun 1989, wacana untuk membentuk ICC kembali di dengungkan. Trinidad dan Tobago dalam sidang Komite IV Majelis Umum PBB yang mengatasi masalah hukum, mengusulkan kembali wacana tersebut. Trinidad dan Tobago mengusulkan agar diaktifkannya kembali International Law Commission (ILC) untuk menyusun rancangan Statuta ICC. Usulan tersebut direspon dengan baik oleh Majelis Umum PBB. ILC pada tahun 1994 telah menyusun rancangan Statuta ICC dan dibentuk pula Ad Hoc Committee on The Establishment of International Criminal Court oleh Majelis Umum. Setahun kemudian Komite ad hoc digantikan dengan Prepatory Committee on The Establishment of International Criminal Court untuk mempersiapkan pembentukan ICC, serta penyelenggaraan Konferensi Diplomatik di Italia tanggal 15-17 Juli 1998 yang diikuti oleh 130 negara.
1.      Pembentukan Pengadilan Internasional Setelah Perang Dunia II
Seiring berkembangnya konsep hak asasi manusia pasca terjadinya perang-perang di dunia yang menimbulkan bencana yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia. Muncul Mahkamah-mahkamah internasional yang didirikan untuk mengadili para pelaku kejahatan saat terjadinya perang. Mahkamah-mahkamah tersebut dibagi kedalam tiga periode yaitu periode Nuremberg and Tokyo Trial, periode International Criminal Tribunal for The former Yugoslavia dan International Criminal Tribunal for Rwanda, dan periode International Criminal Court.[2]
Nuremberg and Tokyo Trial, Mahkamah ini didirikan pasca Perang Dunia II yang bertujuan untuk mengadili para petinggi Nazi Jerman yang terlibat dalam Holocaust. Hal tersebut dilakukan berdasarkan London Charter 1945, melalui serangkaian negosiasi antara Amerika Serinkat, Inggris, Uni Soviet dan Perancis. Selama tahun 1945 sampai 1949 sekitar 200 orang telah di sidang di pengadilan ini, dan sisanya diadili di pengadilan militer biasa.  Dakwaan yang diberikan kepada mereka yang diadili bermacam-macam mulai dari yang hanya memberikan ide, merencanakan, berkonspirasi, hingga terlibat langsung dalam kejahatan manusia di masa perang. Vonis yang dijatuhkan ada yang di hukum mati, dipenjara 10 tahun, di penjara seumur hidup atau di vonis bebas.
Pengadilan ini yang pertama kali menguraikan kejahatan internasional yang terjadi sampai saat ini yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, kejahatan yang mengancam perdamaian. Berdasarkan pengadilan ini dikenal pula pertama kalinya konsep individual criminal responsibility dimana mereka yang dianggap bertanggung jawab atas tindak pidana secara individu tidak hanya orang yang melakukannya tetapi juga yang memerintahkan untuk melakukan tindak kejahatan tersebut.[3]
Setelah periode Nuremberg and Tokyo Trial berakhir kemudian dibentuklah pengadilan bagi penjahat perang modern yang pertama yaitu International Criminar Tribunal for The former Yugoslavia (ICTY). Pengadilan ini memberikan sumbangan bagi pengembangan konsep individual criminal responsibility dan command responsibility.[4] Pengadilan ini telah mengadili para pemimpin militer Serbia pecahan dari negara Yugoslavia, yang mana mereka telah melakukan pembantain terhadap warga Muslim di Bosnia, Srebrenica, dan Herzegovina pada tahun 1991. Mereka yang di vonis bersalah seperti mantan Perdana Menteri Serbia Krajian, Vidoje Blagojevic, Ragon Jokic dan Radislav Krstic pemimpin tentara Serbia Bosnia.
Pengadilan berikutnya ialah International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) yang dibentuk berdasarkan resolusi DK PBB no.S/RES/955 tahun 1994. Pengadilan ini didirikan bertujuan untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas tindak kejahatan internasional yaitu genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, pelanggaran terhadap seluruh Konvensi Jenewa tahun 1949 beserta Protokol tambahan II tahun 1977 pasal 4.[5] Pada saat konflik Hutu-Tutsi berlangsung, pasukan militer Hutu kurang lebih telah membantai 800.000 warga yang berasal dari suku Tutsi. Sekitar 6.500 orang telah disidang, beberapa orang lainnya disidang melalui pengadilan masal. Kedua pengadilan ini dinilai baik namun kinerja dari proses hukumnya berjalan sangat lamban sekitar 17 tahun.
2.      Berdirinya Pengadilan Permanen International Criminal Court
Berdasarkan pengalaman-pengalaman diatas, pada tanggal 17 Juli 1998 diselenggarakan sebuah Konferensi Diplomatik PBB di Roma, Italia untuk mendirikan sebuah pengadilan internasional.[6] Konferensi tersebut membentuk sebuah Mahkamah yaitu International Criminal Court hasil itu diperoleh setelah mendapatkan dukungan dari 120 negara, 7 menolak dan 21 abstain. ICC merupakan pengadilan pidana internasional pertama yang permanen dan independen, tujuan didirikannya Mahkamah ialah untuk menegakkan keadilan, memutuskan kekebalan seseorang pelaku kejahatan terhadap hukum, untuk mengakhiri konflik, memperbaiki pengadilan ad hoc yang kurang berkinerja dengan baik.[7]

B.     Statuta Roma Sebagai Landasan Hukum International Criminal Court
Pengadilan baru resmi keberadaannya pada tanggal 1 Juli 2002, setelah 60 negara meratifikasi Statuta Roma. ICC memiliki landasan hukum yaitu Statuta Roma, dan mempunyai badan-badan seperti kepresidenan, divisi banding, divisi pengadilan, divisi pra-pengadilan, kantor jaksa penuntut serta kepaniteraan.[8] Pembukaan Statuta Roma menjelaskan bagaimana telah terjadinya kekejaman yang tidak dapat dibayangkan, yang sangat mengguncang dunia. Mengakui bahwa kekejaman yang terjadi sangat mengancam perdamaian, keamanan dan kesejahteraan umat manusia di dunia.
Kejahatan yang menjadi perhatian dari dunia internasional tidak dapat dibiarkan begitu saja tanpa adanya hukuman, atau tuntutan ke pengadilan. Mahkamah berupaya untuk menghilangkan impunity atau kekebalan hukum bagi para pelaku kejahatan yang dinilai bersalah dan bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukan. Mahkamah dapat menjalankan tugas, fungsi serta kekuasaannya didasarkan pada Statuta yang telah diputuskan sebelumnya terhadap suatu wilayah dari negara anggota maupun suatu wilayah yang bukan anggota dengan adanya perjanjian-perjanjian khusus.

C.    Jurisdiksi Internasional Criminal Court
Statuta Roma merupakan landasan hukum bagi Mahkamah didalam menjalankan tugas dan fungsinya, menjatuhkan dakwaan kepada individu-individu yang didakwa bersalah sesuai dengan Jurisdiksi dari Mahkamah. Mahkamah mempunyai Jurisdiksi atas individu yang melakukan pelanggaran terhadap kejahatan yang sangat serius, yang menjadi perhatian masyarakat internasional. Jurisdiksi perkara (ratione materiae), Jurisdiksi waktu (ratione temporis), Jurisdiksi teritorial (ratione loci), Jurisdiksi individu (ratione personae).[9]
a.       Jurisdiksi Perkara (Ratione Materiae)
ICC mempunyai Jurisdiksi mengenai pokok perkara yang menjadi perhatian utama yaitu genosida (genoside), kejahatan perang (war crimes), kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan agresi (agression).
1)      Genosida
Genosida menurut Statuta merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan seluruh atau sebagian dari kelompok etnis, kelompok nasional, ras maupun keagamaan. Tindakan-tindakan tersebut seperti;
a)      Membunuh anggota dari kelompok-kelompok tersebut,
b)      Menimbulkan luka atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut,
c)      Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik baik keseluruhan maupun sebagian,
d)     Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut,
e)      Memindahkan secara paksa anak-anak dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
2)      Kejahatan Perang
Kejahatan perang yang menjadi jurisdiksi dari Mahkamah berkaitan dengan tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari suatu renacana atau kebijakan, sebagai bagian dari suatu pelaksanaan secara besar-besaran dari kejahatan tersebut. Kejahatan perang yang dimaksudkan oleh Statuta yaitu pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. Pelanggaran terhadap orang-orang atau hak milik yang dilindungi berdasarkan ketentuan Konvensi yang berkaitan dengan;
a)      Pembunuhan yang dilakukan dengan sadar,
b)      Penyiksaan atau perlakuan yang tidak manusiawi, termasuk percobaan biologis,
c)      Secara sadar menyebabkan penderitaan berat atau luka serius terhadap badan atau kesehatan,
d)     Perusakan yang luas dan perampasan hak milik yang tidak dibenarkan oleh kebutuhan meiliter dan dilakukan secara tidak sah dan tanpa alasan,
e)      Memaksa seorang tawanan perang atau orang lain yang dilindungi untuk berdinas dalam pasukan dari suatu kekuatan yang bermusuhan,
f)       Secara sadar merampas hak-hak seseorang tawanan perang atau orang lain yang dilindungi atas pengadilan yang jujur dan adil,
g)      Deportasi yang tidak sah atau pemindahan atau penahanan yang tidak sah,
h)      Serta menahan atau menyandera seseorang.
3)      Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan menurut Statuta merupakan suatu tindakan yang dilakukan sebgai bagian dari serangan yang luas atau sistematik yang ditujukkan kepada suatu kelompok penduduk sipil. Tindakan penyerangan tersebut seperti;
a)      Pembunuhan,
b)      Pemusnahan,
c)      Perbudakan,
d)     Deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa,
e)      Memenjarakan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional,
f)       Penyiksaan,
g)      Pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan sterilisasi atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat,
h)      Penganiyaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektifitas atas dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender, atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diijinkan berdasarkan hukum internasional yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau kejahatan yang berada dalam jurisdiksi Mahakamah,
i)        Penghilangan secara paksa,
j)        Kejahatan apartheid,
k)      Perbuatan tidak manusiawi lainnya dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan penderitaan berat atau luka serius terhadap badan atau mental serta kesehatan fisik.
b.      Jurisdiksi Waktu (Ratione Temporis)
Perkara-perkara yang akan diadili oleh ICC sesuai Jurisdiksinya setelah mulai berlakunya Statuta Roma pada tanggal 1 Juli 2002.
c.       Jurisdiksi Teritorial (Ratione Loci)
a)      Tindak pidana yang dilakukan di dalam wilayah suatu negara peserta Statuta dengan tidak melihat kewarganegaraan dari pelaku kejahatan.
b)      Tindak pidana yang dilakukan dalam wilayah negara-negara yang menerima Jurisdiksi Pengadilan atas pernyataan ad hoc.
c)      Tindak pidana yang dilakukan dalam wilayah suatu negara, atas dasar pelimpahan perkara oleh DK PBB.
d.      Jurisdiksi Individu (Ratione Personae)
a)      Warga negara dari negara anggota yang melakukan tindak pidana sesuai dengan pasal 12 ayat 2b.
b)      Warga negara dari negara bukan anggota yang telah menerima Jurisdiksi Pengadilan berdasarkan pernyataan ad hoc sesuai dengan pasal 12 ayat 3.
c)      Terkait dengan tanggung jawab pidana perorangan, pengadilan dapat menjalankan Jurisdiksinya terhadap siapa saja, tidak membedakan baik pejabat pemerintah, kepala negara, anggota parlemen dan lain-lain atau bukan.
d)     Pengadilan dapat melaksanakan Jurisdiksinya kepada setiap atasan atau petinggi baik komandan militer atau atasan sipil, yang memiliki komando serta pengawasan yang efektif terhadap bawahannya sesuai dengan pasal 28 Statuta.

D.    Konflik-Konflik Yang Ditangani Oleh International Criminal Court
Sejak berdirinya pengadilan, terdapat beberapa kasus yang ditangani oleh ICC. Berdasarkan Jurisdiksi ICC, permasalahan atau kasus yang hanya ditangani oleh mereka ialah kasus setelah berlakunya Statuta Roma pada tanggal 1 Juli 2002. Pembentukan ICC sudah sejak tahun 1998, tetapi mulai berlaku setelah sekitar 60 negara yang sudah meratifikasi Statuta Roma. Dengan demikian, ICC akan menangani suatu kasus yang terjadi setelah tahun 2002. ICC sudah menangani beberapa perkara, terdapat tiga perkara yang ditangani diantaranya konflik Kongo, Uganda, Republik Afrika Tengah dan Sudan.[10]
Konflik Kongo terjadi pada tahun 1998-2003 ketika masa transisi pemerintahan yang mana terdapat kekerasan di daerah Utara dan Selatan, menjatuhkan korban dari suku Hutu-Tutsi sekitar 4 juta jiwa. Diputuskan untuk dibuka penyelidikannya oleh ICC pada tanggal 23 Juni 2004. Jaksa Penuntut sudah mengidentifikasi individu-individu pelaku kejahatan dan sudah mendakwanya dengan pasal-pasal Statuta Roma. Jaksa Penuntut mendakwa Thomas Lubanga Dyilo pendiri Uni des Patriotes Congolais (UPC) dan The Forces Patriotiques pour la Liberation du Congo (FPLC), melakukan kejahatan perang.[11] Surat perintah penangkapan telah dikeluarkan pula pada tanggal 10 Februari 2006, dan pada tanggal 17 Maret menyerahkan diri.
Germain Katanga merupakan Komandan The Forces de Resistance Patriotiques en Ituri (FRPI), ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan pada tanggal 2 Juli 2007 dan menyerahkan diri pada tanggal 17 Oktober 2007. Mathieu Ngudjolo Chui merupakan mantan pemimpin The Front des Nationalistess et Integrationnistes (FNI), surat perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 6 Juli 2007. Katanga dan Mathieu berdasarkan pasal 25 (3) (a) di dakwa telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Bosco Ntaganda yang merupakan mantan wakil Kepala Staf Umum Angkatan Patriotic Forces for The Liberation of Congo (FPLC) dan Kepala Staf The Congres National pour la Defense du People (CNDP), surat perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 22 Agustus 2006. Ntaganda masih dalam pengejaran ICC. Callixte Mbarushimana merupakan Sekretaris Eksekutif The Forces Democratiques pour la Liberation du Rwanda (FDLR) dan Forces Combattantes Abacunguzi (FCA), surat penangkapan dikeluarkan pada tanggal 28 September 2010 dan berhasil ditangkap oleh Prancis pada tanggal 11 Oktober 2010.
Perkara Republik Afrika Tengah diputuskan dibuka penyelidikannya pada tanggal 22 Mei 2007. Jaksa Penuntut menginvestigasi Jean Pierre Bemba Gombo yang merupakan presiden dan Panglima Movement for The Liberation of Congo (MLC). Surat penangkapan dikeluarkan pada tanggal 23 Mei 2008, ia di dakwa telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.[12] Jean berhasil ditangkap oleh Belgia pada tanggal 24 Mei 2008. Konflik Uganda terjadi antara militer Uganda dengan LRA, diputuskan untuk dibuka penyelidikannya pada tanggal 29 Juli 2004. Jaksa Penuntut menginvestigasi individu-individu yang melakukan tindak pidana seperti Joseph Kony Komandan The Lord’s Resistance Army (LRA), perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 8 Juli 2005.[13] Vincent Otti wakil ketua Komandan LRA, perintah penagkapan dikeluarkan pada tanggal 8 Juli 2005. Okot Odhiambo wakil Panglima Angkatan Darat LRA, perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 8 Juli 2005. Dominic Ongwen merupakan Brigade Komandan LRA, perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 8 Juli 2005. Individu-individu tersebut belum berhasil ditangkap dan masih dalam pengejaran.
Konflik Darfur, tidak hanya Presiden Bashir yang dinvestigasi oleh ICC tetapi ada juga Ahmad Muhammad Harun mantan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Urusan Kemanusiaan.[14] Perintah penangkapan dikeluarkan pada tanggal 2 Mei 2007. Ali Muhammad Ali Abd-al Rahman pemimpin Janjaweed, yang diperintahkan ditangkap pada tanggal 2 Mei 2007. Abdallah Banda Abakaer Nourain merupakan Komandan JEM dan Saleh Mohammed Jamus Jerbo mantan Kepala Staf SLA, perintah penangkapan pada tanggal 27 Agustus 2009. Abdallah dan Saleh di dakwa berdasarkan pasal 25 (3) (a). Kasus-kasus diatas merupakan permasalahan yang ditangani oleh ICC, dalam menjalankan keputusannya individu-inividu yang didakwa ada yang berhasil ditangkap baik dengan menyerahkan diri maupun dengan bantuan pihak ketiga dan adapula yang masih dalam pengejaran. 

E.     Keputusan Untuk Membuka Penyelidikan Kasus Konflik Darfur dan Prosesnya
Apabila terdapat individu-individu yang melakukan kejahatan di suatu negara yang menjadi Jurisdiksi Makamah maka mereka akan diproses untuk diadili dan dijatuhkan dakwaan bersalah sesuai dengan kejahatan yang telah mereka lakukan. Kejahatan-kejahatan yang dimaksud apabila terjadi akan diadili apabila dilaporkan atau disampaikan ke ICC oleh negara anggota ICC, DK yang bertindak sesuai dengan BAB 7 Piagam PBB ataupun inisiatif dari Jaksa Penuntut ICC sendiri. Konflik Darfur diserahkan ke ICC oleh DK PBB berdasarkan resolusi nomor 1593 tahun 2005. ICC setelah mendapatkan laporan dari DK, Jaksa Penuntut Luis Moreno Ocampo yang menangani masalah ini dapat memulai penyelidikan atas informasi yang didapatnya. Jaksa Penuntut Ocampo menganalisa dari kebenaran informasi yang diterimanya. Ia mencari informasi untuk menganilsa konflik tersebut dari negara-negara lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi-organisasi antar pemerintah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau dari sumber-sumber lainnya yang dipercaya dan dinilai tepat.
Apabila Jaksa Penuntut Ocampo menyimpulkan adanya dasar yang kuat untuk melakukan penyelidikan  dari informasi yang diperoleh maka ia akan menyampaikan hal tersebut kepada Pre-Trial Chamber.[15] Hal ini bertujuan untuk meminta wewenang atau kuasa agar dapat dilakukannya penyelidikan lebih lanjut terhadap individu-individu yang terlibat konflik. Laporan yang diberikan tersebut, apabila Pre-Trial Chamber memiliki pandangan yang sama dengan Jaksa Penuntut Ocampo maka Pre-Trial Chamber akan memberikan wewenang tersebut untuk dimulainya penyelidikan. Oleh sebab itu Jaksa Luis Moreno melakukan penyelidikan atas individu-individu yang terlibat didalam konflik Darfur. Pada bulan Juni 2005, pemerintah Sudan mendirikan pengadilan khusus untuk Darfur dimana pengadilan ini mencoba untuk mengadili individu-individu yang melakukan kejahatan seperti perampokan, pemerkosaan, pencurian dan pembunuhan.
Pada bulan November 2005, pemerintah Sudan mengeluarkan keputusan dengan mendirikan dua pengadilan baru yang khusus mengenai pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Pemerintah menambahkan pula beberapa komite seperti The Center for The Elimination of Violence Against Women dan orang-orang yang ahli hukum untuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan-pengadilan diatas faktanya tidak dapat bekerja dengan baik. Terdapat pula pihak yang menentang masalah Darfur diselidiki oleh ICC, mereka mencoba memberikan alternatif lain dengan mengusulkan pengadilan lain salah satunya pengadilan ad hoc di Afrika Timur bagi para pelaku kejahatan di Darfur. Alternatif-alternatif yang diberikansama hal nya dengan pengadilan Sudan tidak mampu menjalankan sistem mereka. Pengadilan-pengadilan tersebut juga mempunyai kekurangan dimana mereka tidak memiliki dana untuk persidangan, tidak mempunyai fasilitas-fasilitas persidangan, tidak dapat memberikan perlindungan bagi para saksi-saksi dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut memperkuat bagi ICC untuk melakukan peradilan untuk menyelesaikan konflik Darfur ialah ICC. ICC merupakan pengadilan yang tepat untuk bersidang karena didirkan berdasarkan landasan hukum yang kuat, memiliki banyak negara anggota, memiliki dana untuk bersidang dan investigasi, mempunyai infrastruktur-infrastruktur dan perangkat pengadilan, mendapatkan bantuan dan dorongan dari negara-negara lain.
1.      Proses Penyelidikan Konflik Darfur Oleh Jaksa Penuntut ICC
Jaksa Penuntut Luis Moreno ocampo mempunyai tanggung jawab untuk menerima adanya pelimpahan suatu perkara, informasi-informasi mengenai terjadinya tindak pidana yang merupakan Jurisdiksi ICC, mempelajari informasi-informasi yang diterima dan menganalisa untuk mengetahui perlu dilakukannya investigasi dan tuntutan atau tidak. Pre-Trial Chamber merupakan kamar dari Pre-Trial Division yang berfungsi untuk menguatkan atau menolak otorisasi untuk memulainya investigasi suatu masalah dan memutuskan masalah tersebut masuk kedalam Jurisdiksi. Jaksa Penuntut harus memberikan laporannya kepada Pre-trial Chamber mengenai dilakukannya investigasi, apabila Chamber mempunyai kesamaan dengan Jaksa yakni terdapat alasan yang mendasar dan masuk akal untuk meginvestigasi suatu masalah maka penyelidikan akan dilakukan. Apabila Pre-Trial Chamber tidak melihat adanya alasan tersebut maka tidak akan ada penyelidikan.
Berdasarkan keterangan diatas masalah konflik Darfur pada tanggal 6 Juni 2005 secara resmi dibuka penyelidikannya oleh Pre-Trial Chamber.[16] Penyelidikan masalah ini dilakukan oleh Jaksa Penuntut yang bernama Luis Moreno Ocampo yang berasal dari Argentina.[17] Kantor Jaksa Penuntut yang dipimpin oleh dirinya telah menerima dokumen-dokumen dari International Commission of Inquiry on Darfur mengenai permasalahan yang terjadi. Meminta sumber kepada berbagai pihak untuk mendapatkan informasi, memberikan ribuan dokumen yang berhasil dikumpulkan, melakukan wawancara kepada 50 orang ahli yang independen. Jaksa Luis Moreno mengatakan bahwa penyelidikan yang dilakukannya independen dan adil. Ia mendapatkan bukti atau petunjuk yang menunjukkan adanya operasi militer yang terorganisir, dilakukan oleh pejabat-pejabat Sudan untuk menyerang warga sipil terutama suku Fur, Massalit dan Zaghawa.
Kelompok suku tersebut dijadikan sasaran utama untuk dihancurkan seluruh kesatuan dari kelompok tersebut baik secara fisik maupun mental mereka. Serangan yang ditujukkan kepada mereka untuk membawa mereka ke tempat dan keadaan yang tidak baik, dalam arti mereka akan cepat meninggal jika tetap berada di wilayah konflik dan akan meninggal secara perlahan ditempat pengungsian yang keadaannya sangat tidak layak. Lebih lanjut bukti-bukti tersebut menunjukkan adanya koordinasi antara militer, intelejen, Janjaweed, para menteri Sudan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut berpartisipasi dan berkontribusi dalam konflik Sudan.

2.      Keputusan Pre-Trial Chamber atas Omar Al Bashir
Setelah Jaksa Luis Moreno melakukan penyelidikan akhirnya ICC melalui Pre-Trial Chamber yang terdiri dari hakim Akua Kuenyehia  sebagai ketua, hakim Anita Ušacka dan hakim Sylvia Steiner mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Sudan Hassan Omar Al Bashir. Pre-Trial Chamber mengeluarkan surat keputusan nomor ICC-02/05-01/09 pada tanggal 4 Maret 2009, yang memutuskan Presiden Bashir bersalah dan bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Berdasarkan Statuta Roma pasal 25 ayat 3 (a)[18], Bashir di dakwa telah melakukan tujuh kesalahan yaitu ;
1)      Pembunuhan (pasal 7 ayat 1 (a)).
2)      Pembantaian atau pemusnahan (pasal 7 ayat 1 (b)).
3)      Pemaksaan kekuatan untuk deportasi atau memindahkan penduduk (pasal 7 ayat 1 (d)).
4)      Penganiyaan dan penyiksaan (pasal 7 ayat 1 (f)).
5)      Pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostisusi, penghamilan paksa, dan kekerasan-kekerasan seksual lainnya (pasal 7 ayat 1 (g)).
6)      Penyerangan secara langsung dan sengaja terhadap penduduk sipil, masing-masing penduduk sipil yang tidak ikut serta secara langsung dalam permusuhan (pasal 8 ayat 2 e (i)).
7)      Perampasan atau menjarah suatu kota atau tempat, sekalipun tempat itu dikuasai lewat serangan (pasal 8 ayat 2 e  (v)).
Keputusan tersebut diambil Mahkamah dengan mempertimbangkan adanya alasan dasar untuk meyakini telah terjadinya kondisi yang dimaksud di dalam pasal 8 ayat 2 (f).[19] Terjadinya sengketa antara pemerintah Sudan dengan kelompok pemberontak SPLM/A dan JEM. Serangan yang dilakukan oleh pemberontak ke wilayah Darfur, dibalas oleh pemerintah dengan memberikan pengerahan kepada pasukan Janjaweed untuk memberikan serangan balasan atas tindakan yang dilakukan oleh pemberontak. Kejahatan perang dilakukan oleh pasukan Janjaweed, polisi sudan, National Intelligence and Security Service (NISS), dan Humanitarian Aid Commission (HAC) dengan serangkaian operasi militer untuk mengatasi para pemberontak dan membuat warga sipil menjadi korban. Kekerasan sistematik bagi masyarakat Darfur khususnya suku Fur, Massalit dan Zaghawa, dimana masyarakat dari suku-suku tersebut mendapat serangan dari Janjaweed yang melakukan kekerasan fisik, mental, seksual dan lain-lain.
Terdapat alasan yang mendasar bahwa Bashir secara de facto dan de jure berkoordinasi dengan pejabat-pejabat tinggi pemerintah Sudan, pemimpin militer. Tidak hanya itu Chamber juga menemukan bukti bahwa peran Bashir lebih dari sekedar berkoordinasi melainkan juga merencanakan dan melaksanakan rancangan serangan yang dibuatnya atas konflik Darfur. Bertanggung jawab terhadap perbuatan yang telah dilakukannya, oleh karena itu Chamber mengeluarkan surat keputusan tersebut.
Ia juga menyadari proses penangkapan terhadap Bashir tidak akan mudah dan membutuhkan waktu yang lama.[20] Hal tersebut tidak membuatnya putus asa, Jaksa Luis Moreno berkeyakinan bahwa Bashir akan dapat ditangkap dan dibawa kepengadilan untuk disidang. Keputusan Mahkamah untuk memerintahkan penangkapan Bashir selain untuk menghilangkan seorang individu kebal dari hukum juga dikarenakan ingin menegakkan keadilan atas terjadinya konflik Darfur. Selama konflik berlangsung telah terjadi ketidak adilan yang dirasakan oleh warga sipil khususnya masyarakat dari suku Fur, Massalit dan Zaghawa.
Ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat Darfur menurut teori justice John Rawls telah bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan. Setiap manusia pada dasarnya memiliki hak yang sama yang tertanam dalam prinsip keadilan yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun dan dalam bentuk apapun atas nama kepentingan umum. Masyarakat Sudan Selatan tidak memperoleh hak mereka sebagaimana mestinya, kepentingan mereka diabaikan oleh pemerintah. Pemerintah lebih mementingkan kepentingan masyarkat Sudan Utara, mengeksplor Sudan Selatan dan dinikmati oleh Sudan Utara sedangkan rakyat Selatan tidak menikmatinya.
Keadilan tidak membenarkan dikorbankannya kepentingan seseorang atau sekelompok orang demi kepentingan orang banyak. Masyarakat Sudan Selatan keturunan Afrika, berkulit hitam, bergama Kristen dan menganut animisme menjadi korban dari tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah Sudan. Kepentingan dari masyarakat Selatan dikorbankan demi kepentingan masyarakat Utara atas nama kemajuan bangsa. Suatu kehidupan bangsa yang adil dan merdeka dengan sendirinya setiap manusia terjamin akan hak-haknya, dan tidak bisa dijadikan alat tawar menawar politik atau hitung-hitungan bagi kepentingan umum. Ketidak adilan yang dirasakan oleh masyarakat Selatan membuat mereka melakukan perlawanan yang akhirnya dijadikan alat tawar menawar oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Masyarakat Sudan Selatan sejak masa kolonial Inggris sampai merdeka sampai pecahnya konflik Darfur, tidak mendapatkan keadilan, kemerdekaan, persamaan yang harusnya mereka dapatkan sebagai bagian dari negara Sudan. Hak-hak fundamental yang menjadi hak mereka sama sekali tidak diberikan oleh pemerintah Sudan. Masyarakat Selatan dikesampingkan oleh pemerintah Sudan, mereka tidak memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat baik lisan dan tulisan. Tidak memperoleh kebebasan mereka dalam berpolitik, menduduki suatu jabatan, tidak diikutsertakan dalam pembangunan, dalam pemerintahan, tidak terbukanya akses bagi mereka untuk mengembangkan diri, mendapatkan pengetahuan, pendidikan, tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Tidak hanya itu saja mereka tidak dapat menikmati sumber daya alam yang ada di wilayah mereka karena sumber-sumber tersebut dikuasai oleh pemerintah.
 Keadilan diharuskan untuk memperbaiki dan mengakhiri ketidakadilan yang timbul, yang mana semua pihak-pihak yang terkait di dalamnya harus bertindak dengan baik. Tidak hanya isntitusi-insitusi tapi juga hukum atau undang-undang, sistem sosial, tindakan-tindakan khusus seperti keputusan pengadilan. Karena dengan begitu keadilan yang merupakan sistem dari institusi sosial dinilai dapat menjaga nilai dari kebenarannya. Situasi dan kondisi yang dialami oleh masyarakat Darfur jauh dari kata keadilan, hak-hak mereka dirampas secara paksa. ICC dalam hal ini sebagai sebuah institusi yang didirikan untuk menegakkan keadilan berusaha menyelesaikan konflik Darfur agar dapat memberikan keadilan bagi masyarakat yang selama ini hidup menderita. Keputusan Mahkamah untuk menangkap Presiden Sudan supaya mengakhiri kerugian yang tercipta dan meringankan penderitaan yang dirasakan para korban.

F.     Respon Masyarakat Internasional Terhadap Keputusan ICC
Keputusan Mahkamah yang mengeluarkan surat perintah penangkapan kepada Bashir mendapatkan respon yang bermacam-macam dari berbagai pihak. Terdapat pihak-pihak yang setuju dan mendukung keputusan tersebut namun ada pula yang menolak dan menentang keputusan tersebut. Pihak yang menolak keputusan tersebut datang dari actor-aktor dalam negeri Sudan, Bashir, China, Uni Afrika dan Liga Arab. Selain mereka yang menolak terdapat pula pihak-pihak yang mendukung.


Sumber :
http://afrarafiqanurri.blogspot.com


[1] Bhatara, Ibnu Reza, “International Criminal Court: Suatu Analisis Mengenai Order Dalam Hubungan Internasional”, Program Studi Ilmu Politik, Pascasarjana, Universitas Indonesia 2002, hlm. 49.
[2] http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2006/11/13/LN/mbm.20061113.LN122248.id.html, diakses pada tanggal 1 Desember 2012
[3] http://www.pusham.uii.ac.id/berkacapadatokyodannuremberg.pdf, diakses pada tanggal 1 Desember 2012
[4] Command responsibility merupakan bentuk pertanggung jawaban seorang pemimpin atas tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak buahnya, baik pemimpin militer maupun sipil.
[5] Konvensi mengenai perlindungan terhadap korban perang sengketa bersenjata non-internasional.
[6] Statuta Roma, Mahkamah Pidana Internasional Mengadili: Genosida, Kejahatan terhadap Kemanusiaan, Kejahatan Perang, Agresi”, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 2000, hlm. ix.
[7] William A. Schabas “An Introduction to The International Criminal Court”, Second Edition, Cambridge University Press 2004, hlm. 176.
[8] Pasal 34 Statuta Roma., Mahkamah terdiri dari organ-organ sebagai berikut: (a)Kepresidenan; (b)Divisi Banding; Divisi Peradilan,  Divisi Pra-Peradilan; (c)Kantor Penuntut Umum; dan (d)Kepaniteraan
[9] Rudi M. Rizki, Jurnal Hukum Humaniter Vol.1, No.2 April 2006, Beberapa Catatan Tentang Pengadilan Pidana Internasional AD HOC Untuk Yugoslavia dan Rwanda Serta Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara Dalam Pelanggaran Berat HAM”, Pusat Studi Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia (terAs), Fakultas Hukum Universitas Trisakti, hlm. 383.
[10] http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC?lan=en-GB, diakses pada tanggal 1 Desember 2012 
[11] http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC/Situations+and+Cases/Situations/Situation+ICC+0104/, diakses pada tanggal 1 Desember 2012
[12] http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC/Situations+and+Cases/Situations/Situation+ ICC+0105/, diakses pada tanggal 1 Desemeber 2012 
[13] http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC/Situations+and+Cases/Situations/Situation+ ICC+0204/, diakses pada tanggal 1 Desemeber 2012 
[14] http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC/Situations+and+Cases/Situations/Situation +ICC+0205/, diakses pada tanggal 1 Desemeber 2012

[15] Rudi M. Rizki, Jurnal Hukum Humaniter Vol.1, No.2…, hlm. 370.
[16] http://www.icc-cpi.int/Menus/ICC/Situations+and+Cases/Situations/Situation+ICC+ 0205/, diakses pada tanggal 1 Desemeber 2012
[17] Luis Moreno Ocampo lahir pada tanggal 4 Juni 1952, mantan Jaksa Pengadilan Pidana Buenos Aires di Argentina. Pada tanggal 16 Juni 2003 menjadi Jaksa Penuntut ICC.
[18] Seseorang bertanggung jawab secara pidana dan dapat dikenai hukuman atas suatu kejahatan yang menjadi Jurisdiksi Mahkamah, dimana individu tersebut melakukan suatu kejahatan baik sebagai pribadi sendiri, bersama orang lain atau lewat seseorang lain tanpa memandang apakah orang lain tersebut bertanggung jawab secara pidana.
[19] Terdapat sengketa bersenjata yang berlangsung dalam wilayah suatu negara apabila terjadi sengketa bersenjata yang berkelanjutan antara para pejabat pemerintah dan kelompok bersenjata terorganisasi atau antara kelompok-kelompok semacam itu.
[20] http://rol.republika.co.id/berita/35516/ICC_Keluarkan_Surat_Penangkapan_Presiden_Sudan, diakses pada tanggal 1 Desemeber 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| All Rights Reserved - Designed by Colorlib