Full width home advertisement

Perjalanan Umroh & Haji

Explore Nusantara

Jelajah Dunia

Post Page Advertisement [Top]

A. Kebijakan Bank Indonesia
1. Penyempurnaan Regulasi
Bank Indonesia (BI) adalah Bank Sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tentang Bank Indonesia.
Adapun sesaran strategis  Bank Indonesia adalah: memelihara kestabilan moneter, memelihara kondisi keuangan BI yang sehat dan akuntabel, meningkatkan efektifitas manajemen moneter, meningkatkan sistem perbankan yang sehat dan efektif serta sistem keuangan yang stabil, memelihara keamanan, kehandalan, dan efisiensi sistem pembayaran, meningkatkan efektifitas sistem pelaksanaan “good governance”,  merupakan institusi BI melalui penciptaan sinergi antara Sumber Daya Manusia, pengetahuan, dan rancangan organisasi dengan strategi BI, serta mengarahkan dan memantau efektivitas perubahan strategi BI.[1]
Adapun regulasi mengenai Perbankan Syariah dapat kita rujuk dari
a.       UU No. 7 Tahun 1992
Pada UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan istilah “bagi hasil” dalam sistem perbankan Indonesia. Istilah bagi hasil ini terdapat dalam pasal 1 ayat 12, pasal 6 butir  m dan pasal 13 butir o. Kemudian UU ini diperjelas dalam PP No. 70,71 dan 72 tahun 1992.
b.      UU No. 10 Tahun 1998
Berdasarkan UU perbankan yang baru ini, sistem perbankan di Indonesia terdiri atas bank umum konvesional dan bank umum syariah (digunakan istilah dual banking )[2]
c.       Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan Syariah
Pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dengan diberlakukanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah yang terbit tanggal 16 juli 2008 untuk mendorong pertumbuhan secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 45% pertahun dalam lima tahun terakhir.[3]
            Pada tahun 2007 Bank Indonesia mengeluarkan beberapa regulasi yakni:
1. BANK UMUM
Ketentuan di bidang perbankan, difokuskan untuk meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan ekonomi dan memperkuat fundamental industri perbankan nasional. Dalam tahun 2007, Peraturan Bank Indonesia yang diterbitkan adalah sebagai berikut.[4]
1.      Peraturan Bank Indonesia No. 9/2/PBI/2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang Laporan Harian Bank Umum. Dalam rangka melaksanakan tugas Bank Indonesia di sektor moneter, perbankan, dan sistem pembayaran yang lebih efektif dibutuhkan dukungan informasi secara harian yang realtime, tepat waktu, aman, akurat, handal, obyektif, lengkap dan mudah untuk diakses secara simultan.
2.      Peraturan Bank Indonesia No.9/4/PBI/2007/ tanggal 26 Maret 2007 tentang pencabutan beberapa surat keputusan Direksi Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indoensia mengenai prinsip kehati-hatian perbankan.
3.      Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 tanggal 2 April 2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia No.72/PBI/2005 tentang penilaian kualitas aktiva
4.      Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.9/8/PBI/2007 tanggal 13 Juni 2007 tantang Pemanfaatan tenaga kerja asing dan program alih pengetahuan di sektor perbankan
5.      Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/12/PBI/2007 tanggal 21 September 2007 tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia Nomor 8/17/PBI/2006 tentang insentif dalam rangka konsolidasi perbankan.
6.      Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/13/PBI/2007 tanggal 1 November 2007 tentang kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar.
7.      Peraturan Bank Indoensia (PBI) No. 9/14/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang sistem informasi debitur.
8.      Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/15/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tantang penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh bank umum.
9.      Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/16/PBI/2007 tanggal 3 Desember 2007 tantang perubahan atas peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tentang jumlah modal inti minimum Bank Umum.
2. PERBANKAN SYARIAH
1.      Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/1/PBI/2007 tanggal 24 Januari 2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah.
2.      Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/7/2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2006 tentang perubahan kegiatan usaha Bank Umum konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh Bank Umum Konvensional.
3.      Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/9/PBI/2007 tanggal 18 Juli 2007 tentang perubahan atas peraturan Bank Indonesia (PBI) No.8/21/PBI/2006 tentang penilaian aktiva Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
4.      Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/19/PBI/2007 tanggal 17 Desember 2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dan serta pelayanan jasa bank syariah.[5]
3. BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH
1.      Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/17/PBI/2007 tanggal 4 Desember 2007 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip syariah.
2.  Peningkatan peran Bank Syariah dalam bidang penyaluran kredit UMKM
Bank syariah yang hadir sebagai representasi kebutuhan masyarakat muslim dalam sektor keuangan, secara konseptual akan selalu mengacu pada upaya meningkatkan kesejahteraan umat manusia secara utuh. Keberadaan bank syariah diharapkan memberikan manfaat yang bersifat multidimensional, bukan hanya bersifat finansial.
Peranan Bank Indonesia dalam mendorong pengembangan UMKM telah dimulai sejak tahun 1960-an melalui financial assistance (pemberian Kredit Likuiditas Bank Indonesia) dan technical assistance. Seiring dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, peranan BI dalam membantu UMKM menjadi bersifat tidak langsung dan lebih terfokus pada bantuan teknis (technical assistance). Secara garis besar peranan BI tersebut dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu supply side (pendanaan/pembiayaan UMKM) dan demand side (penguatan UMKM).[6]
Salah satu bentuk pertanggung jawaban sosial bank syariah adalah memberikan pembiayaan terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Mengingat UKM ini merupakan cermin dari perekonomian rakyat, karena kelompok usaha ini, secara langsung maupun tidak langsung, merupakan upaya penyejahteraan umat.[7] 
            Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) kini dinilai sebagai salah satu kekuatan ekonomi Indonesia yang cukup signifikan. Secara makro dapat dilihat bahwa potensi yang dimiliki sektor UKM ini sudah cukup besar. Secara umum, pada tahun 2006, sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 53,3%. Artinya, lebih dari setengah gerak perekonomian Indonesia kini ditopang oleh sektor UMKM. Dalam hal penyerapan tenaga kerja sebanyak 85,4 juta atau sekitar 96,2% dari total angkatan kerja.[8]
            Pada periode Januari 2008 terdapat 3 Bank Umum Syariah, 25 Unit / Divisi Usaha Syariah dan 115 Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang tersebar diseluruh wilayah indonesia. Pembiayaan yang disalurkan Perbankan  Syariah untuk sektor UKM tercatat sebesar Rp 18,38 triliun (67,82% dari total pembiayaan) sedangkan pembiayaan untuk sektor non-UKM sebesar Rp.8,72 triliu8n (32,18& dari total pembiayaan), hal ini menunjukan peranan Bank Syariah dalam pemberdayaan UKM khususnya dalam hal pembiayaan sudah cukup tinggi meski pangsa masih sangat kecil 2,79% dari total kredit perbankan nasional.[9]
 Kinerja pembiyaan Bank Syariah pun cukup baik dengan tingkat pembiayaan bermasalah yang relatif kecil. Pada Januari 2008, pembiayaan bermasalah (Non-Performing Finance / NPF) perbankan syariah mencapai 4,18%, Dengan Financing to Deposit Rasio (FDR) nasional hingga Januari 2008 sebesar 97,87%, menunjukan ruang untuk pemberian kredit kepada UMKM jauh lebih besar dibanding Loan to Devosit Ratio (LDR) perbankan nasional sebesar 69,2% dengan Non Performing Loan (NPL) perbankan nasional sebesar 4,64.[10]
Tabel 3.I
Perbandingan Pembiayaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Nasional
Per Januari 2008
Perbankan Syariah
Perbankan Nasional
Nilai Pembiayaan / Kredit UMKM
Financing/Loan to Deposit(FDR/LDR)
NonPerformingFinancing/Loan(NPF/NPL)
Rp18,38 triliun
97,87 triliun
4,18%
Rp. 235,28 triliun
69,2%
4,64%
Untuk itu dibutuhkan berbagai upaya dalam mendorong perbankan disatu sisi, untuk memperbesar alokasi pemberian pembiayaan kepada UMKM dan disisi lain UMKM perlu dibantu dalam rangka mempermudah aksesnya dalam mendapatkan layanan perbankan dengan kerjasama dan dukungan dari berbagai lembaga terkait yang bergetak disektor keuangan maupun non-keuangan yang berprinsip syariah.[11]
            Kebijakan secara Makro yang dilakukan Departemen Koperasi dan UKM secara umum dalam hal pemberdayaan Koperasi dan UMKM diarahkan terutama untuk mendukung pelaksanaan perioritas subangan yaitu: (1) peningkatan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor (2) upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam rangka upaya peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM difokuskan kepada peningkatan produktivitas dan akses UKM kepada sumberdaya produktif. Arah kebijakan yang penting adalah mendukung terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi UMKM, dengan: (1) menyelesaikan RUU tentang UMKM dan koperasi serta penyusunan peraturan pelaksanaanya, menyederhanakan proses perijinan usaha, dan melancarkan formalisasi usaha,(2) pemantauan dampak kebijakan dan regulasi sektor dan daerah terhadap perkembangan UMKM, (3) mengurangi biaya transaksi dengan menghapus biaya-biaya pungutan yang tidak wajar dan menghambat, (4) memberikan jasa bantuan advokasi terhadap praktek-praktek usaha curang. Dalam kaitanya dengan peningkatan akses UMKM kepada sumber daya produktif, arah kebijakan meliputi:[12]
1.      Meningkatkan akses modal UMKM kepada lembaga keuangan dengan menyediakan skim penjamin kredit, khususnya kredit investasi produktif disektor agribisnis dan industri dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi, nilai tambah dan ekonomi daerah
2.      Meningkatkan fasilitas pemasaran dan promosi ekspor produk-produk UKM dan koperasi
3.      Meningkatkan akses teknologi dalam menyediakan fasilitas layanan teknologi, baik oleh pemerintah maupun partisipasi dunia usaha, dan percontohan usaha berbasis teknologi.
Pembiayaan UMKM oleh Perbankan Syariah
UMKM memiliki porsi terbesar dalam pembiayaan oleh bank syariah. Selama 2007 total pembiayaan UMKM mencapai Rp. 19,6 triliun, atau lebih tinggi dibandingkan total pembiayaan Non UMKM senilai Rp. 8,4 triliun,.terbentuknya kondisi tersebut karena sektor UMKM memiliki potensi pasar yang cukup besar dengan sebaran meliputi seluruh pelosok. Dalam tahun 2007 laju pertumbuhan pembiayaan sektor UMKM relatif stagnan. Hal tersebut diperkirakan terimbas oleh upaya pembenahan pembiayaan bermasalah, peningkatan kualitas manajemen risiko dan kehati-hatian dalam pegucuran pembiayaan termasuk pembiayaan UMKM yang dilakukan oleh perbankan syariah.[13]
Adapun upaya lain yang ditempuh perbankan adalah melalui linkage program. Program yang difasilitasi oleh Bank Indonesia ini menggalang kerjasama di antara Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah (Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat Indonesia), dengan BPR dan BPRS. Melalui linkage program ini, pembiayaan bank umum kepada UMKM dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif dengan menempatkan BPR serta BPRS sebagai community banks/lokal banks yang lebih mengetahui karekteristik nasabah UMKM dilingkunganya. Jaringan layanan BPR serta BPRS yang luas juga memungkinkan pembiayaan dinikmati oleh masyarakat lapisan bawah.[14]
Peningkatan Akses Kredit dan Pembiayaan UMKM
Dalam rangka memperkuat struktur perbankan dan meningkatkan fungsi intermediasi perbankan, antara lain diupayakan melalui peningktana akses kredit dan pembiayaan UMKM. Dengan berlakuknya Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004, peranan Bank Indonesia dalam meningkatkan UMKM lebih bersifat memfasilitasi, yaitu dalam bentuk: pemberian bantuan teknis, pengembangan kelembagaan, penetapan kebijakan dan penyempurnaan pengaturan kredit perbankan, serta meningkatkan kerjasama dengan lembaga terkait lainya.[15]
Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomer: 23 tahun  1999 tentang Bank Indonesia, kegiatan yang masih dilakukan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan usaha Kecil adalah sebagai berikut:[16]
1.      Ketentuan Kredit Usaha Kecil (KUK)
Sejak tanggal 4 Januari 2001, Bank Indonesia telah menyempurnakan ketentuan tentang kredit usaha kecil (KUK) yang melalui Praturan Bank Indonesia (PBI) Nomor. 3/ 2/ PBI/ 2001 tentang pemberian kredit usaha kecil yang pokok-pokoknya meliputi:
a.       Bank dianjurkan menyalurkan dananya melalui pemberian KUK
b.      Bank wajib mencantumkan rencana pemberian KUK dalam rencana kerja anggaran tahunan (RKAT)
c.       Bank wajib mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada masyarakat melaui laporan keuangan publikasi
d.      Plafo disesuaikan menjadi Rp. 500.000,-pernasabah
e.       Bank menyalurkan KUK dapat menerima bantuan teknis dari bank Indonesia
f.       Pengenaan sanksi dan insentif dalam rangka pencapaian kewajiban KUK dihapuskan
2.      Melanjutkan Bantuan Teknis
Bank Indonesia akan membantu pengembangan Usaha Kecil secara tidak langsung dengan meningkatkan itensitas dan efektivitas bantuan teknis. Berbagai kegiatan bantuan teknis pengembangan Usaha kecil dan Mikro melalui berbagai pelatihan kepada perbankan sebagai upaya meningkatkan minat perbankan dalam membiayai Usaha Mikro dan Kecil
3.      Melanjutkan Proyek Kredit Mikro Bank Indonesia (Linkage Program)
Proyek kredit mikro adalah proyek pemerintah Indonesia yang dibantu dengan dan pinjaman Asia Development Bank (ADB) yang dimulai sejak tahun 1995, dimana Bank Indonesia menunjuk sebagai executing agency. Tujuan proyek ini adalah untuk mengetaskan kemiskinan dan meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan dengan pemberian pinjaman kepada nasabah pengusaha mikro melalui BPR dan melalui lembaga pengembangan swadaya masyarakat (LPSM) yang memberikan pembinaan bagi nasabah mikro.
Dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia pada tahap 1 (2002-2004) adalah penyempurnaan dalam mengembangan mekanisme kerjasama antara BPRS dengan bank umum syariah atau UUS untuk meningkatakan layanan kepada UKM dan masyarakat pedesaaan.
Untuk mendorong bergeraknya sektor riil lebih optimal, Bank Indonesia kembali melonggarkan kebijakan perbankan melalui peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/ 6/ PBI/ 2007 tanggal 30 Maret tentang penilaian kualitas aktiva Bank Umum. Pelonggaran ini merupakan Perubahan kedua peraturan Bank Indonesia Nomor 8/ 2/PBI/ 2006 tentang perubahan peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 2/PBI/ 2005. Bank Indonesia dan pemerintah juga sepakat melonggarkan ketentuan perbankan untuk kredit usaha mikro, kecil dan menengah. Selama ini pemberian kredit UKM didasarkan pada tiga pilar. Yaitu kemampuan perusahaan membayar, prospek industri dan neraca keuangan.[17]
            Kendala yang di hadapi perbankan dalam menangani pemberian pembiayaan kepada UKM yaitu sukarnya memperoleh koperasi usaha kecil, dan menengah yang layak, tingginya biaya transaksi, tingginya risiko, dan terbatasnya sumber daya manusia serta jaringan kantor cabang bank.
            Mengenai tinginya biaya transaksi, pengalaman menunjukan bahwa biaya transaksi yang dikeluarkan bank untuk personel dan pekerjaan administratif adalah relatif sama untuk jumlah nilai kredit yang berbeda. Sehingga bagi bank akan lebih menguntungkan memberikan kredit dalam jumlah besar dibanding dalm jumlah kecil-kecil.
            Sementara berkaitan dengan tingginya risiko yang dihadapi dalam pemberian kredit kepada usaha kecil, ternyata hal ini adalah karena usaha kecil pada umumnya mempunyai keuntungan dan cash flow yang berfluktuasi, serta menggunakan pinjaman yang lebih besar dibanding dengan kekayaan bersih. Ditambah lagi dengan sulitnya mendapatkan informasi yang akurat mengenai keadaan keuangannya.[18]
3. Peningkatan peran Bank Syariah dalam memperluas jaringan layanan
            Perbankan syariah harus memperluas jaringan kantor agar dapat menjangkau seluruh masyarakat, sehingga alasan-alasan darurat bagi daerah yang belum ada bank syariahnya bisa dikurangi. Bank-bank milik pemerintah dapat melakukan GCG (Good Corporate Governance). Bank-bank syariah harus berada di garda terdepan dalam implementasi GCG tersebut. Penerapan good corporate governance di bank syariah, tidak saja meningkatkan kepercayaan publik kepada bank syariah, tetapi juga merupakan bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional.[19]
            Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka memperluas jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu, kurangnya jumlah bank syariah yang ada juga menghambat perkembangan kerjasama antar-bank syariah. Kerjasama antar-bank syariah diperlukan antara lain dalam bentuk penempatan dana antar-bank dan mengatasi masalah likuiditas. Sebagai suatu usaha bank syariah perlu beroperasi dengan skala yang ekonomis, sehingga jumlah jaringan kantor yang luas juga akan dapat meningkatkan efisiensi usaha.
            Perkembangan jaringan bank syariah juga diharapkan dapat meningkatkan kompetisi ke arah peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syariah.
Pengembangan jaringan perbankan syariah dilakukan melalui cara:[20]
1.      Peningkatan kualitas bank umum dan BPR Syariah yang telah beroperasi.
2.      Perubahan kegiatan usaha bank konvensional yang memiliki kegiatan usaha yang lebih baik dan berminat umtuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
3.      Pembukaan kantor cabang syariah (full fledge branch) bagi bank konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
4.      Pembukaan kantor cabang syariah baru.
5.      Mengubah kantor cabang konvensional yang ada menjadi kantor cabang syariah.
6.      Meningkatkan status kantor cabang pembantu konvensional menjadi kantor cabang syariah.
7.      Mengubah kantor cabang konvensional yang ada menjadi kantor cabang syariah melalui pembukaaan unit syariah.
8.      Meningkatkan status kantor cabang pembantu konvensional menjadi kantor cabang syariah melalui pembukaan unit syariah. 
            Selama tahun 2007 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut berasal dari penambahan sebanyak 6 (enam) Unit Usaha Syariah (UUS) baru yaitu UUS BPD DIY, UUS BPD Sulawesi Selatan, UUS BPD Sumatera Barat, UUS BPD Jawa Timur, UUS PT. Sejalan dengan bertambahnya jumlah bank syariah yang beroperasi, jaringan kantor bank syariah juga mengalami peningkatan yang signifikan. Selama periode laporan, jumlah kantor bank syariah (termasuk kantor kas, kantor cabang pembantu dan Unit Pelayanan Syariah) bertambah 66 kantor dari 531 kantor pada akhir tahun 2006. [21]
Bank syariah melakukan  kebijakan pembukaan office channeling untuk meningkatkan jaringan layanan yang sepanjang tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan semenjak diimplementasikan pada bulan Maret 2006. Kebijakan office channeling bertujuan untuk menjawab masalah cakupan pelayanan perbankan syariah yang terbatas. Pada tahun 2007 pelayanan office channeling diperluas tidak hanya melayani kebutuhan masyarakat terhadap jasa penempatan dana tetapi juga melayani kebutuhan masyarakat terhadap pembiayaan usaha berdasarkan prinsip syariah. Pelaksanaan kebijakan ini harus dibarengi dengan peningkatan kualitas SDI sehingga tidak mengorbankan aspek kualitas pelayanan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi reputasi industri perbankan syariah secara umum.[22]
Selain itu strategi pengembangan perbankan syariah dilaksanakan melalui upaya kebijakan berupa penyederhanaan ketentuan dan tatacara pembukaan kantor bank, menyesuaikan bobot ATMR untuk Kredit Usaha Kecil termasuk salah satunya Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan skim penjaminan, menyesuaikan tatacara penilaian kredit dalam jumlah tertentu dan meningkatkan bantuan-bantuan teknis.[23]
Selain itu pertumbuhan volume perbankan syariah akan ditunjang oleh realisasi rencana pembukaan beberapa bank syariah baru, spin off serta proses akuisisi oleh investor bank syariah baru, optimalisasi kapasitas pendanaan maupun pembiayaan terutama pada kelompok Unit Usaha Syariah, dan tersedianya instrumen likuiditas baru bagi perbankan syariah. Disamping itu, momentum krisis ekonomi global akan meningkatkan preferensi masyarakat atau investor terhadap perbankan syariah serta optimisme terhadap disahkannya peraturan atau undang-undang mengenai perlakuan pajak pertambahan nilai terhadap transaksi berbasis jual beli (murabaha) diharapkan dapat meningkatkan investasi baru pada industri perbankan syariah.[24]
Pada tahun 2008 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut berasal dari: [25]
a. Berdirinya 2 Bank Umum Syariah baru yaitu Bank Syariah Bukopin dan BRI Syariah;
b. Dibukanya 2 Unit Usaha Syariah baru, yaitu UUS BTPN dan UUS BPD Jateng, akan tetapi merger-nya Bank Lippo dengan Bank Niaga pada triwulan ketiga tahun 2008 mengakibatkan digabungkannya UUS Bank Lippo dan UUS Bank Niaga menjadi UUS CIMB Niaga, sehingga jumlah UUS sampai dengan akhir Desember 2008 adalah 27 UUS;
c. Berdirinya 17 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) baru termasuk 1 BPRS hasil konversi. BPRS yang merupakan pendirian baru adalah BPRS Renggali, BPRS Syarikat Madani, BPRS Dana Mulia, BPRS Dana Amanah, BPRS Barakah Nawaitul Ikhlas, BPRS Sragen , BPRS Sarana Pamekasan Membangun, BPRS Mandiri Mitra Sukses, BPRS Rajasa, BPRS Danagung Syariah, BPRS Tanmiya Artha, BPRS Kotabumi, BPRS Mitra Cahaya Indonesia, BPRS Vitka Central, BPRS Formes, BPRS Annisa Mukti dan BPRS Central Syariah Utama, sedangkan BPRS hasil konversi adalah BPRS Al Makmur. Dengan demikian pada akhir tahun 2008 industri perbankan syariah terdiri dari 5 BUS, 27 UUS dan 131 BPRS.
Sejalan dengan bertambahnya jumlah bank syariah yang beroperasi, jaringan kantor bank syariah juga mengalami peningkatan yang signifikan 37,68%. Selama periode laporan, jumlah kantor bank syariah (termasuk kantor kas, kantor cabang pembantu dan Unit Pelayanan Syariah) bertambah 225 kantor dari 597 kantor pada akhir tahun 2007.[26]
Jaringan kantor pelayanan bank syariah telah mencapai 953 kantor atau mengalami penambahan sebanyak 242 kantor (kantor cabang dan kantor dibawah kantor cabang). Sementara itu, layanan syariah (Office Channeling) telah mencapai 1.470 atau bertambah sebanyak 275 outlet. Pada awalnya OC hanya berfungsi sebagai jejaring bisnis bank syariah dalam rangka penghimpunan dana pihak ketiga,namun untuk meningkatkan kemanfaatan jasa pelayanan perbankan syariah, sejak tahun 2007 OC dapat juga berfungsi sebagai penyalur pembiayaan. Secara geografis, penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89 kabupaten/kota di 33 propinsi.[27] Dengan semakin bertambahnya jaringan pelayanan perbankan syariah, maka perbankan syariah dapat bersaing dengan bank-bank konvensional lainnya dipangsa pasar dan mencapai terget share perbankan nasional.
Tabel 3.2 Jaringan Kantor BUS dan UUS
Kelompok Bank
2005
I-06
II-06
III-06
IV-6
I-07
II-07
III-07
IV-07
I-08
II-08
III-08
IV-08
Bank Umum Syariah
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
5
Unit Usaha Syariah
19
19
19
19
20
21`
23
25
26
28
28
28
27
Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
92
94
96
105
105
105
107
109
114
117
124
128
131
Total Jumlah Kantor
550
565
577
617
636
657
673
686
686
726
743
841
953
Jumlah Layanan Syariah
-
212
250
419
456
467
983
1053
1195
1256
1364
1440
1470
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 3.3
            Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking Network)

2005
2006
2007
Mar-08
Jun
-08
Sep
-08
Dec
-08
Mar-09
Jun
-09
Jul
-09
Aug-09
Bank Umum Syariah (Islamic Commercial Bank)
-  Jumlah Bank (Number of Banks)
-  Jumlah Kantor (Number of Offices)
Unit Usaha Syariah (Islamic Business Unit)
-    Jumlah Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
(Number of Conventional Banks that have Islamic Business Unit)
-  Jumlah Kantor (Number of Offices)
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Islamic Rural Bank)
-  Jumlah Bank (Number of Banks)
-  Jumlah Kantor (Number of Offices)


3
304



19


154



92
92


3
349



20


183



105
105


3
401



26


196



114
185


3
402



28


207



117
188


3
405



28


214



124
195


3
497



28


216



128
199


5
581



27


241



131
202


5
635



26


253



133
208


5
643



25


256



133
208


5
645



24


259



134
214


5
654



24


262



135
217
Total Kantor (Total Number of Offices)
550
637
782
797
814
912
1,024
1,096
1,107
1,118
1,133
Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2009
Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat dikataan bahwa industri perbankan syariah menunjukkan ketangguhannya sebagai salah satu pilar penyokong stabilitas sistem keuangan nasional. Dengan kinerja pertumbuhan industri yang fantantis  boleh membuat para pakar tersenyum, namun harus diingat bank-bank syariah harus ditetap dikawal, dan didesak untuk senantiasa istiqamah dalam penerapan manajemen resiko, syarah complience dan menerapkan Good Syariah Govarnance. Para pengawas Syariah harus aktif dan produktif dan tidak boleh sungkan untuk menegur setiap penyimpangan. Jika bank  syariah dinilai menyimpang, akan berakibat pada resiko reputasi yang pada giliranya akan mengakibatkan risiko likuiditas. Hal ini dapat  memundurkan bank-bank syariah di masa depan.
B. Strategi Bank Indonesia
            Bank Syariah di Indonesia, diyakini akan terus tumbuh. Terus berkembangnya industri lembaga keuangan syariah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Apalagi dengan pertumbuhan industri yang rata-rata mencapai 60% dalam lima tahun belakangan ini. Tentunya, bebagai upaya terus dilakukan agar pangsa pasar bank syariah terus meningkat. Untuk itu, Bank Indonesia selaku bank sentral, turut serta mendorong pertumbuhan bank syariah.[28] Berikut strategi BI dalam mengembangkan pasar perbankan syariah indonesia.           

Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
            Saat ini perbankan syariah telah menjadi penomena global, termasuk di negara-negara yang tidak berpenduduk mayoritas muslim. Berdasarkan prediksi McKinsey tahun 2008, total aset pasar perbankan syariah global pada tahun 2006 mencapai 0,75 milyar dolar AS. Diperkirakan pada tahun 2010 total aset mencapai satu miliar dolar AS. Tingkat pertumbuhan 100 bank syariah terbesar di dunia mencapai 27 persen per tahun dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan 100 bank konvesional terbesar yang hanya mencapai 19 persen per tahun. Karena itu, agar lebih optimal dalam memanfaatkan fenomena global tersebut, perbankan syariah Indonesia harus melakukan inisistif dalam pengembangan pasarnya. Besarnya potensi pasar yang masih sangat terbuka bagi pengembangan perbankan syariah (market development), setidaknya tercremin dari jumlah rekening milik  masyarakat pengguna jasa bank pada bank konvesional yang telah mencapai lebih dari 80 juta rekening.[29]
            Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah dirumuskan dalam kerangka program akselerasi pengembangan pasar perbankan syariah Indonesia, sebagai upaya untuk menunjukan keatraktifan pasar perbankan syariah Indonesia, Bank Indonesia telah menetapkan visi 2010 pengembangan pasar perbankan syariah di Indonesia: sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN dan penetapan target pencapaian secara bertahap yaitu:
 Fase 1 (2008): “Membangun Pemahaman Perbankan Syariah Sebagai Lebih dari Sekedar Bank (Beyond Banking)”, Pencapaian target aset sebesar Rp 50 T; pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 40 persen
Fase II (2009): “ Menjadikan Perbankan Syariah Indonesia Sebagai Perbankan Syariah Paling Atraktif di ASEAN”, Pencapaian target aset sebesar Rp 87 T; Pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 75 persen.
Fase III (2010): “ Menjadikan Perbankan Syariah Indonesia Sebagai Perbankan Syariah Terkemuka di ASEAN”, Pencapaian target aset sebesar Rp 124 T; Pencapaian angaka pertumbuhan industri sebesar 81 persen.[30]
Untuk mewujudkan visi baru pengembangan pasar perlu dilakukan serangkaian program utama pelaksanaan Grand Strategy Pengembangan Pasar yaitu:
1.      Program Pencitraan Baru Perbankan Syariah
            Visi baru pengembangan sebagai pasar yang atraktif itu akan dipayungi program pencitraan baru dengan memposisikan perbankan syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak yang ditunjang berbagai keunikan seperti konsep perbankan yang memiliki keanekaragaman produk dengan skema variatif dan dilakukan secara transparan agar adil bagi kedua belah pihak, oleh tenaga perbankan yang kompeten dalam keuangan dan beretika, didukung IT system yang up date & user friendly, serta fasilitas ahli investasi, keugan dan syariah. Positioning dan diferensiasi tersebut akan membawa sesungguhnya perbankan syariah” lebih dari sekedar bank”. [31]
            Citra yang melekat selama ini pada perbankan syariah adalah bank yang diperuntukkan untuk kalangan muslim / orang yang mau naik haji, dengan atribut yang menekankan kepada simbol keislaman, produk yang hampir serupa dengan produk konvesional dan layanan yang masih terbatas dengan brand “Bank yang adil dan menentramkan”
            Setelah menjadi fenomena global dan menarik perhatian luas, perbankan syariah Indonesia semestinya memiliki citra baru yang bisa menarik muslim abangan, setengah santri, atau non muslim. Perbankan syariah adalah untuk semua kalangan yang yang menginginkan keutungan kedua belah piahak, bank dan pelanggan dengan atribut yang lebih menekankan ke substansi (universal values) sebagai rahmatan lil’alamin kemanfaatan bagi semua. Berbagai produk dengan skema yang variatif, jaringan yang luas, serta fasilitas layanan yang bisa diandalkan, maka layaklah disemetkan bahwa brand baru bank syariah, yakni: “lebih dari sekedar bank”[32]
2.      Program Pengembangan Segmen Pasar Perbankan Syariah
            Untuk mendukung pencitraan baru perbankan syariah, terutama dalam mengubah persepsi perbankan syariah yang eksklusif untuk golongan tertentu. Program pengembangan segmentasi akan sangat berguna untuk memastikan langkah positioning (Perbankan saling menguntungkan kedua belah pihak) ke benak konsumen yang menjadi target pasar. Sebagai pedoman para pelaku untuk mengembangkan pasar perbankan syariah, telah disusun segmentasi baru konsumen perbankan syariah Indonesia berdasarkan orientasi perbankan dan profil psikografisnya menjadi lima segmen: Mereka yang menggunakan bank yang tidak berbasis bunga (Syariah) meskipun fasilitas dan jaringan layanan nya sangat terbatas, apapun kondisinya yang penting pakai perbankan syariah. Mereka yang ikut arus, mereka yang menggunakan bank yang berbasis bunga atau syariah jika fasilitas dan jaringan layanannya sudah bagus dan menggunakan perbankan syariah kalau sudah banyak yang makai. Sesuai kebutuhan, mereka memakai syariah atau konvensional berdasarkan keunggulannya dan memiliki keunikan masing-masing. Terpaksa, mereka yang memakai jasa perbankan syariah karena dituntut lingkungan, teman atau partner. Pokoknya konvensional, mereka yang menggunakan jasa bank yank berbasis bunga karena fasilitas dan layanan jaringannya bagus dan mudah difahami.[33]
3.      Program Pengembangan Produk
            Untuk merealisasikan pencitraan industri perbankan syariah yang “lebih dari sekedar bank”, diperlukan sebuah program pengembangan produk yang akan dapat mendorong pelaku untuk melakukan inovasi produk dan dapat mengeksplorasi kekayaan skema yang variatif dan sekaligus bisa menunjukkan perbedaan dengan perbankan konvensional. Program ini menjadi keharusan agar keunikan dan value proposition yang solid yang dimiliki perbankan  syariah dibandingkan dengan perbankan konvesional lebih terlihat jelas. Beberapa inisiatif program pengembangan produk antara lain adalah perumusan keunikan dan value proposition produk dan jasa perbankan syariah yan g akan ditawarkan kepada masyarakt, mendorong mirroring produk dan jasa internasional, mendorong foreign owned sharia bank untuk membawa produk-produk yang sukses di luar negeri ke Indonesia, serta streamlining  perizinan produk.[34]
4.      Program Peningkatan Pelayanan
Program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa Bank Syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah.
5.      Program Sosialisasi dan Komunikasi
            Terhadap stakeholders yang terkait secara langsung maupun tidak langsung untuk pengembangan pasar untuk mensosialisasikan paradigma baru pengembangan industri perbankan syariah Indonesia yang modern, terbuka, dan melayani seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Berbagai program sosialisasi dan komunikasi dalam rangka edukasi publik seluruhnya diarahkan agar sejalan dengan positioning bank syariah yang telah direkomendasikan oleh Grand Strategy, yaitu sebagai “ lebih dari sekedar bank (beyond banking)”

Gambar 3.1
VISI PENGEMBANGAN PASAR DAN TARGET
Fase I (2008)                   :    “Membangun Pemahaman Perbankan Syariah Sebagai Betond Banking” Pencapaian target asset sebasar Rp 50 T; Pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 40%.
Fase II (2009)                 :        “Menjadikan Pebankan Syariah Indonesia Sebagai Perbankan     Syariah Paling Atrative di ASEAN”, Pencapaian target asset sebesar Rp 87 T; Pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 75 %.
Fase III (2010)               :     “Menjadikan Perbankan Syariah Indonesia Sebagai Perbankan Syariah Terkemuka di ASEAN” Pencapaian target asset sebesar Rp 124 T; Pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 81 %.


Skema Grand Design Strategy
PROGRAM PENCITRAAN BARU
Perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak
Content      : Beragam produk dengan skema variatif
Context       : Transparan agar adil bagi kedua belah pihak
People        : Kompeten dalam keuangan & beretika
Technology : IT system yang update & user friendly
    Faciliti         :  Ahli investasi, keuangan dan   syariah

iB                       LEBIH DARI SEKEDAR BANK
Perbankan       (BEYOND BANKING)
POSITIONING
DIFFERENTIATION
BRAND
PEMETAAN BARU SEGMENTASI PASAR PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM PENGEMBANGAN PRODUK
PROGRAM PENINGKATAN PELAYANAN
PROGRAM SOAIALISASI DAN KOMUNIKASI INDUSTRI
 


















 Sumber: Bank Indonesia, Grand Strategy Pengembangan pasar Perbankan Syariah


[1] Ferry N. Idroes, Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, Yogyakarta: Cet, 1,2006 h. 59
[2] Gemala Dewi, S.H.,LL.M, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, h.60
[3] Bank Indonesia, Mengenal perbankanSyariah di Indonesia, h. 4
[4] Bank Indonesia, Lampiran Peraturan Perbankan 2007, h.75
[5] Bank Indonesia, Lampiran Peraturan Perbankan 2007, h. 79
[6] Bank Indonesia, Booklet Perbankan Syariah 2009, h. 58
[7] Ria Juliyanti, Kebijakan Bank Muamalat Indonesia Dalam Pembiayaan Kepada UKM Tahun 2003-2007
[8] Genjot Sektor UMKM dengan Kredit Usaha Rakyat, Jurnal KUKM, Edisi November 2007, h.5
[9] Irwanpena, “Bank Syariah Untuk UMKM”, artikel diakses pada tanggal 8 Mei 2009 dari http:// irwanpena. Blogspot.com/2008/03/bank-syariah-untuk-umkm.html

[10] Irwanpena, “Bank Syariah Untuk UMKM”, artikel diakses pada tanggal 8 Mei 2009 dari http:// irwanpena. Blogspot.com/2008/03/bank-syariah-untuk-umkm.html


[11]  Irwanpena, “Bank Syariah Untuk UMKM”, artikel diakses pada tanggal 8 Mei 2009 dari http:// irwanpena. Blogspot.com/2008/03/bank-syariah-untuk-umkm.html
[12] Ria Juliyanti, Kebijakan Bank Muamalat Indonesia Dalam Pembiayaan Kepada UKM Tahun 2003-2007

[13] Bank Indonesia, Ibid
[14] Bank Indonesia, laporan pengawasan Perbankan 2007,h. 23
[15] Bank Indonesia, Laporan Pengawasan Perbankan 2008, h. 34
[16]  Bookl                et perbankan syariah 2006, h.72
[17] Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, 2002, h. 22
[18] Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Jakarta: AlvaBet, Desember 1999, Cet. 1, h. 112
[19] Drs. Agustianto,M.Ag,”10 Pilar Pengembangan Bank Syaraih”. Artikel diakses pada 23 juni 2009 dari http://els.bappenas.go.id/upload/other/bank%20Syariah%20Mendukung-MI.htm
[20]  Ma’ruf Amin, Prospek Cerah Perbankan Islam, Jakarta: LEKAS (Lembaga Kajian Agama & Sosial), Cet. 1, 2007, h.119
[21] Bank Idonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2007, h. 20
[22] Bank Indonesia, Lpps 07, h.67
[23] Booklet Perbankan 09
[24] Bank Indonesia,Ibid
[25] Bank Indonesia, Ibid
[26]  Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2008, h.26
[27] Bank Indonesia, Ibid
[28] Di akses tanggal 20 Oktober 2009 dari http://www.republika.co.id/berita/16641/Strategi_BI_Kembangkan_Pasar_Perbankan_Syariah
[29] “Strategi BI Kembangkan Pasar Perbankan Syariah”, Republika, 26 November 2008, h. 22
[30]  Ringkasan Eksekutif Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, Direktorat Perbankan Syaraih Bank Indonesia Juli 2008
[31] “Strategi BI Kembangkan Pasar Perbankan Syariah”, Ibid h. 22
    [32] http://www.republika.co.id/berita/16641/Strategi_BI_Kembangkan_Pasar_Perbankan_Syariah
[33] Bank Indonesia, Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, h. 20
[34] Bank Indonesia, Ibid

1 komentar:

Bottom Ad [Post Page]

| All Rights Reserved - Designed by Colorlib