Kamis, 23 April 2009

Cahaya Islam di Papua

Pernahkah Anda tahu Sejarah Islam di Papua? Jika Anda adalah pelanggan Majalah Suara Hidayatullah mungkin pernah menjumpainya. Saya yakin bahwa amat sangat sedikit dari kita yang tahu bagaimana sejarahnya itu.
Nu Waar adalah nama pertama pulau paling timur di wilayah Indonesia. Di pulau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Irian ini ternyata memiliki sejarah perkembangan Islam sejak abad ke-12. Nama Nu Waar diberikan oleh pedagang muslim yang datang saat itu.
Tepatnya, Islam masuk pada 17 Juli 1214, sedangkan agama lainnya (selain animisme dan dinamisme) baru masuk sekitar abad XVIII. Nama Nu Waar sendiri berarti cahaya. Pedagang muslim dari Gujarat, yang membawa agama Islam tersebut, ingin pulau ini menjadi cahaya bagi Asia. Namun nama tersebut sama sekali tidak popular, bahkan di kalangan umat Islam Indonesia. Parahnya lagi, informasi yang kurang hingga saat ini menambah kesalahpahaman kita terhadap pulau paling timur ini.

Kesalahpahaman itu masih ditambah dengan usaha penjajah yang saat itu cukup berhasil menghilangkan jejak khazanah Islam dengan mengganti namanya menjadi Papua. Tetapi nama tersebut tidak disukai umat muslim setempat karena artinya orang kulit hitam yang gemar melakukan kriminal alias menghina mereka. Sehingga muslimin lokal masih memiliki semangat memperjuangkan dan hanya mengakui nama pulau burung tersebut sebagai Pulau Nu Waar. Sedangkan nama Irian diberikan setelah Presiden Pertama RI berhasil merebutnya. Nama yang juga masih kurang baik, karena berarti penduduk yang tidak berbusana.
Seorang da'i yang merupakan warga asli Pulau asal Burung Cendrawasih, Ustadz M Zaaff Fadlan Rabbani Al-Garamatan, memanfaatkan momentum tahun baru Hijrian untuk bersilaturrahim dan memberikan info aktual keadaan umat muslim Nu Waar dan juga berbagi pengalamannya saat berdakwah di sana.
Silaturrahim Da'i
Dengan semangat dakwah, Ustadz M Zaaff Fadlan Rabbani Al-Garamatan mengunjungi ITS di tahun baru 1427 Hijriah. Warga asli Irian Jaya ini selain bersilaturrahim dan mempererat persaudaraan sesama ummat muslim, juga memberikan informasi perkembangan umat muslim di pulau burung tersebut.
Indonesia hampir mencapai umum 61 tahun dikemerdekaanya, tapi tetap saja melekat di orang-orang muslim Indonesia, opini bentukan penjajah bahwa di wilayah Indonesia Timur, terutama Papua, banyak penduduknya yang nonmuslim masih melekat, ucapnya membuka silaturrrahim.
Hal itu terbukti oleh pengalamannya saat masuk kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar di tahun 80'an. Dia pernah diusir oleh dosen agama Islam hanya karena berkulit hitam dan berambut keriting. Tapi sebelum keluar, dia sedikit protes dengan mengajukan empat pernyataan.
Apakah agama Islam hanya untuk orang berkulit putih, Jawa, Bugis atau untuk semua orang yang hidup di dunia? Siapa sahabat nabi Saw yang berkulit hitam dan berambut keriting namun merdu suaranya? Siapa saja yang ada dikelas ini yang bisa membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar? tandasnya.
Ditanya seperti itu, sang dosen hanya menanggapi pertanyaan yang ke-3 saja. Ternyata, dari 47 mahasiswa yang hadir, hanya tujuh orang yang bisa. Salah satunya adalah orang yang berkulit hitam dan berrambut keriting tersebut. Langsung saja Ustadz Fadlan mendapat kesempatan memberi nasehat kepada semua yang di kelas yang tadi mau mengusirnya. Selama dua jam dia memberi nasehat, sehingga mata kuliah agama hari itu selesai.
Dosennya pun langsung menyatakan Ustadz Fadlan lulus dengan nilai A di hari pertama masuk kelas agama. Karena, selain puas dengan nasihat Ustadz Fadlan yang menyatakan jangan merasa bangga hanya karena beda warna kulit atau lainnya, Fadlan mampu membaca Alqur'an (salah satu kemuliaan agama Islam) dengan baik dan benar.
Mulai Berdakwah
Lulus sebagai sarjana ekonomi, Fadlan tidak memilih untuk menjadi pegawai negeri atau pengusaha, tapi Da'i, penyeru agama Islam dan mengangkat harkat martabat orang Fak-fak, Asmat, dan orang Irian lainnya. Dia tidak setuju kalau orang-orang ini dibiarkan tidak berpendidikan, telanjang, mandi hanya tiga bulan sekali dengan lemak babi, dan tidur bersama babi. Semua penghinaan itu hanya karena alasan budaya dan pariwisata. Itu sama saja dengan pembunuhan hak asasi manusia katanya.
Dia pun berjuang dan berdakwah untuk semua itu. Tempat yang pertama kali dikunjungi adalah lembah Waliem, Wamena. Dengan konsep kebersihan sebagian dari iman, Fadlan mengajarkan mandi besar kepada salah satu kepala suku. Ternyata ajaran itu disambut positif oleh sang kepala suku. Baginya mandi dengan air, lalu pakai sabun, dan dibilas lagi dengan air sangat nyaman dan wangi, jelasnya.
Selain itu juga ada beberapa orang yang tertarik dengan ibadah sholat. Sambil mengingat masa itu, dia bercerita, Di Irian itu, babi banyak berkeliaran kayak mobil antri. Sehingga untuk mendirikan sholat harus mendirikan panggung dulu. Saat itu orang-orang langsung mengelilingi. Selesai sholat, kami ditanya mengapa mengangkat tangan, mengapa menyium bumi?.
Jawabnya, Kami bersedekap bertanda kami menyerahkan diri kepada satu-satunya Pencipta seluruh alam. Mencium bumi karena disinilah kita hidup. Tumbuhan dan hewan, yang mana makanan kita berasal dari mereka juga tumbuh di atas bumi.
Dakwah seperti ini yang dia gunakan. Mengajarkan kebersihan, dialog dengan apa yang mereka pahami, pergi ke hutan rimba, dan membuka informasi. Dengan dakwah yang sudah dijalankannya selama 19 tahun ini, banyak orang yang masuk Islam di sana. Tercatat 45% warga asli memeluk agama Islam. Jika ditambah dengan para pendatang, maka pemeluk Islam sebanyak 65% dari seluruh manusia yang ada di pulau burung tersebut.
Dakwahnya tidak berhenti, namun berlanjut dengan program pemberdayaan ekonomi. Bekerja sama dengan Baitul Maal Mu'amalat (BMM), Fadzlan mendirikan lembaga sosial dakwah dan pembinaan SDM kawasan Timur Indonesia Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN). Dengan lembaga tersebut, orang-orang Irian diajak membuat produk seperti buah merah, ikan asin, dan manisan pala bermerk BMM AFKN. Pasarannya sudah masuk di Jakarta, termasuk Carefour. Selain itu, Sagu irian juga diekspor ke India.
SDM juga tidak ketinggalan. Anak-anak muda dalam bimbingan lembaga tersebut sudah tersebar di seluruh indonesia demi menuntut ilmu guna memajukan kehidupan di tempat dimana matahari terbit pertama kali memberikan cahayanya (Nu Waar) untuk Indonesia. (mac/rin)
FPS Indonesia - Mr. Jaerony S
sumber : www.its.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar