Kamis, 13 September 2012

PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak semua kalangan masyarakat tahu apa saja bukti kepemilikan, lebih-lebih mendapatkan hak atas tanah dan bangunan yang sah menurut hokum. Kepemilikan tanah yang sah harus sudah terdaftar di BPN, sehingga setelah mengantongi bukti yang sah baru kita bisa mendapatkan nomor setoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Tujuan diadakannya Pendaftaran hak atas tanah adalah yaitu untuk kepastian hokum dan untuk perlindungan hokum kepada pemegang hak. Lain hal dengan pendaftaran tanah bagi tanah yang tunduk terhadap hokum adat, misalnya tanah yasan, tanah gogolan tidak dilakukan pendaftaran tanah, kalaupun dilakukan pendaftaran tanah tujuannya bukan untuk memberukan kepastian dan perlindungan hokum, akan tetapi tujuannya adalah untuk menentukan siapa yang wajib membayar pajak atas tanah dan kepada pembayar pajaknya diberikan tanda bukti pipil, girik atau petuk.

Melihat latar belakang diatas, maka makalah ini akan membahas tentang pendaftaran tanah menurut UU Positif yang terkait dengannya, dan akan membahas tentang Peralihan hak atas tanah, berikut penjelasannya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat kamisimpulkan rumusan masalah sebagai berikut ;

1. Apa yang dimaksud dengan Pendaftaran hak atas tanah dan seluk beluk yang terkait dengannya?

2. Bagaimana hak atas tanah dapat dialihkan, dan jenis hak atas tanah apa saja yang dapat dialihkan?


BAB II

PEMBAHASAN

PENDAFTARAN DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

A. Pendaftaran Hak Atas Tanah

1. Pengertian Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 tahun 1997 tentang pendaftran tanah, adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Dari uraian diatas, bahwa kegiatan pendaftaran tanah memelihara data fisik dan data yuridis; yang dimaksud dengan data fisik sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 1 PP No.24 tahun 1997 yang menyatakan bahwa data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya, sedangkan data yuridis adalah keterangan mengenai status hokum bidang tanah atau satuan rusun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.

2. Dasar Hukum Pendaftaran tanah

a. UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA

Dalam UU ini, pendaftaran tanah diatur dalam pasal 19, pasal ini menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hokum, oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah RI menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.

Selanjutnya, dalam pasal 23 UUPA di tentukan hak milik, demikian juga setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19 UUPA pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat menegenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. Pada pasal 32 juga mengatur pendaftaran hak guna usaha, dan pasal 38 UUPA juga mengatur pendaftaran hak guna bangunan.

b. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997

Peraturan ini merupakan peraturan pelaksana dari pasal 19 UUPA tentang endaftaran tanah dan sebagai pengganti peraturan pemerintah No. 10 tahun 1961. Dalam PP No. 24 tahun 1997 diatur hal-hal sebagai berikut :

1. Asas dan tujuan pendaftaran tanah

2. Penyelenggara dan pelaksana pendaftaran tanah

3. Obyek pendaftaran tanah

4. Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah

5. Pelaksana pendaftaran tanah untuk pertama kali

6. Pengumpulan dan pengolahan data fisik

7. Pembuktian hak dan pembukuannya

8. Penerbitan sertifikat

9. Penyajian data fisik dan data yuridis

10. Penyimpanan daftar fisik dan dokumen

11. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak

12. Penerbitan sertifikat pengganti

13. Biaya pendafatarn tanah

14. Sanksi hukum

c. Selanjutnya dalam pelaksanaanya dijabarkan kembali pada Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997, Tanggal 1 Oktober 1997, tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

3. Tujuan Pendaftran Tanah

Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 PP No. 24 tahun 1997, yakni sebagaimana berikut; .[1]

a. Untuk memberikan kepastian hukun dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, suatu rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

Untuk itu kepada para pemegang hak diberikan sertifikat sebagai surat tanda buktinya. Inilah yang merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang menyelenggarakannya diperintahklan oleh pasal 19 UUPA. Maka memperoleh sertifikat bukan sekedar fasilitas, melainkan merupakan hak pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh undang-undang.

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

Untuk penyajian data tersebut diselenggarakan oleh kantor pertanahan kabupaten atau kota tata usaha pendaftaran tanah dalam apa yang dikenal sebagai daftar umum, yang terdiri atas peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama. Para pihak berkepentingan, terutama calon pembeli dan kreditor sebelum melakukan suatu perbuatan hokum mengenai suatu bidang tanah atau satuan rusun tertentu perlu dan karenanya mereka berhak mengetahui data yang tersimpan dalam daftar-daftar di kantor pertanahan tersebut. Maka data tersebut bersifat terbuka untuk umum. Ini sesuai dengan asas pendaftaran yang terbuka sebagimana yang dinyatakan dalam pasal 2 PP No. 24 tahun 1997. Karena terbuka untuk umum, maka daftra-daftar dan peta-peta tersebut disebut daftar umum, tidak dignakannya hak tersebut menjadi tanggung jawab sendiri, dan bagi PPAT hal ini merupakan suatu kewajiban sebelum membuat akta.

Peta dasar pendaftaran adalah peta yang memuat titik-titik dasar teknik dan unsur-unsur geografis, seperti sungai, jalan, bangunan dan batas fisik bidang-bidang tanah. Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistim penomoran. Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian. Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah, atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik atau satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertentu.

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Terselenggaranya pendaftaranb tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan ytertib administrasi dibidang pertanahan. Untuk mencapai tertib administrasi tersebut setiab bidang tanah dan satuan rusun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftar.

Dari tujuan pendaftaran tanah adalah menjamin kepastian hokum hak-hak atas tanah, meliputi kepastian hokum atas obyek bidang tanah (obyek hak), kepastian hokum atas dubyek haknya (subyek hak), dan kepastian hokum atas jenis hak atas tanahnya.[2]

Fungsi pendaftaran tanah adalah untuk memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum mengenai tanah. Alat bukti yang dimaksud adalah sertifikat yang di dalamnya disebutkan adanya perbuatan hukum dan nama pemiliknya sekarang menerima atau memperoleh peralihan haknya[3]

4. Asas-asas Pendaftaran Tanah

Asas peyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dengan pasal 2 PP No. 24 tahun 1997 yang mengatur tentang Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, mutakhir dan terbuka. Asas sederhana mengandung pengertian bahwa ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedur mengenai pendaftaran tanah dibuat dengan mudah agar dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi pemegang hak atas tanah.

Asas aman menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat member jaminan kepastian hukum sesuai dengan maksud pendaftaran tanahnya sendiri.[4]

Asas terjangkau mengandung arti pendaftaran tanah tersebut dapat dijangkau oleh pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.

Asas mutakhir adalah pendaftaran tanah dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.

5. Sistem Pendaftaran Tanah

Dalam hukum pertanahan dikenal dua sistem pendaftaran tanah, yaitu

a. Registration of Titles.

Registration of titles merupakan sistem pendaftaran hak. Dalam registration of titles, setiap pencatatan hak harus dibuktikan dengan suatu akta, tetapi dalam penyelenggaraan pendaftaran bukan aktanya yang didaftar , melainkan haknya yang diciptakan.

b. Registration of Deeds

Regristration of deeds adalah sistem pendaftaran akta. Dalam system ini, akta merupakan data yuridis dan karenanya akta itulah yang didaftar Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT). Pejabat Pendaftar Tanah bersifat pasif dan tidak melakukan pengujian atas kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sistem pendaftaran tanah yang digunakan adalah system pendaftaran hak. Dalam sistem pendaftaran hak, orang yang tercatat dalam buku tanah merupakan pemegang hak atas tanah tersebut sampai dapat dibuktikan sebaliknya.

Sistem pendaftaran hak dapat diketahui dari adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar. Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur tersebut merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secara hokum telah didaftar[5]

6. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah.

Terdapat 2 (dua) sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut dalam hukum agraria, yaitu sistem publikasi positif dan sistem publikasi negatif.

a. Sistem Publikasi Positif.

Pada sistem ini hal-hal yang tercantum di dalam buku pendaftaran tanah dan surat-surat bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang mutlak. Pihak ketiga yang beritikad baik yang bertindak atas dasar bukti-bukti tersebut mendapat perlindungan mutlak biarpun kemudian ternyata bahwa keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya tidak benar dan pihak yang dirugikan mendapat kompensasi dalam bentuk lain.[6]

Fungsi pendaftaran tanah dalam sistem ini adalah untuk memberikan jaminan secara sempurna bahwa orang yang namanya terdaftar dalam buku tanah sudah tidak dapat dibantah lagi sekalipun orang tersebut bukan pemilik yang sesungguhnya.

Berdasarkan hal tersebut pihak ketiga (yang beritikad baik) yang bertindak atas dasar bukti tersebut mendapatkan jaminan walaupun kemudian ternyata bahwa keterangan yang tercantum dalam surat tersebut adalah tidak benar.

Keuntungan dari penggunaan sistem publikasi positif adalah sertifikat merupakan alat pembuktian yang mutlak. Disamping itu adanya jaminan orang yang namanya terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah lagi Sedangkan kelemahan sistem pendaftaran tanah dalam publikasi positif adalah :

1. Memakan waktu yang lama karena adanya peran aktif dari pejabat balik nama tanah;

2. Pemilik sesungguhnya yang berhak atas tanah dapat kehilangan haknya oleh karena kepastian dari buku tanah itu sendiri;

3. Wewenang pengadilan diletakkan dalam wewenang administratif [7]

b. Sistem Publikasi Negatif

Dalam sistem publikasi negatif surat-surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, berarti bahwa keteranganketerangan yang tercantum di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima oleh hakim sebagai keterangan yang benar, selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian sebaliknya.[8]

Jika keterangan dari pendaftaran tanahnya benar, diadakan perubahan dan pembetulan yang sepenuhnya. Ciri pokok sistem ini adalah bahwa pendaftaran tidak menjamin sebagai pemilik hak atas tanah dan oleh karenanya nama yang terdaftar dalam buku tanah dapat dibantah sekalipun ia beritikad baik.

Menurut Boedi Harsono “seseorang yang merasa lebih berhak atas tanah dapat membantah kebenaran surat tanda bukti hak dengan perantara pengadilan, mana yang dianggap benar” Apa yang diungkapkan Boedi Harsono tersebut menurut pendapat penulis sekaligus merupakan keuntungan penggunaan sistem publikasi negatif, yaitu masih terbukanya kesempatan bagi pemilik sesungguhnya melakukan sanggahan. Sedangkan yang menjadi kelemahan penggunaan sistem pendaftaran tanah negatif ini adalah :

ü Terjadinya tumpang tindih sertifikat hak atas tanah karena adanya peran pasif pejabat balik nama tanah;

ü Mekanisme kerja dalam proses penerbitan sertifikat hak tanah menjadi sedemikian rupa sehingga kurang dimengerti oleh orang awam

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, cara pendaftaran hak yang digunakan adalah pendaftaran negatif, yaitu pembukuan sesuatu hak dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan orang yang sebenarnya berhak atas tanah itu kehilangan haknya, melainkan yang bersangkutan masih dapat menggugat haknya kepada orang yang terdaftar dalam buku tanah.

Mengenai sistem publikasi pendaftaran tanah yang dipakai , Boedi Harsono, mengatakan bahwa sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia bukan sistem negatif murni, tetapi sistem negatif yang mengandung unsur positif. Sistem negatif yang mengandung unsur positif terlihat karena akan dihasilkannya surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Hal ini seperti dinyatakan dalam Pasal 19 Ayat (2) huruf c, Pasal 23 Ayat (2), Pasal 32 Ayat (2) serta Pasal 38 Ayat (2) UUPA. Unsur positifnya karena di sini Kantor Pertanahan bersikap aktif, sebelum menerbitkan sertifikat Hak Atas Tanah dengan melakukan :

ü Pengumuman;

ü Dalam penetapan batas tanah memakai asas contradictoir delimitatie;

ü Sistem pendaftaran yang dipakai adalah pendaftaran hak.

Mariam Darus Badrulzaman melihatnya sebagai stelsel campuran, yaitu stelsel negatif yang tampak dari pemberian perlindungan kepada pemilik yang sebenarnya yang kemudian disempurnakan dengan stelsel positif berupa campur tangan pemerintah untuk meneliti kebenaran riwayat peralihan hak.[9]

Sedangkan A.P. Parlindungan menyatakan bahwa PP 24 Tahun 1997 menganut stelsel negatif yang terbatas (5 tahun). Hal demikian tampak dari adanya kemungkinan hakim membatalkan sertifikat jika orang yang mengajukan perkara hak atas sesuatu tanah tersebut diyakini lebih berhak. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa sistem negatif yang dianut mempunyai aspek positif, karena bergerak dari adanya suatu publikasi yang memancing orang yang lebih berhak untuk menyanggahnya sehingga objektivitas dari hak ini akan mengarah kepada kesempurnaan.[10]

7. Objek Pendaftaran Tanah.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, ada enam bidang tanah yang dapat dijadikan sebagai objek pendaftaran tanah. Keenam objek pendaftaran tanah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;

b. Tanah hak pengelolaan;

c. Tanah wakaf;

d. Hak milik atas satuan rumah susun;

e. Hak tanggungan;

f. Tanah negara.

Apabila yang menjadi objek pendaftaran adalah tanah negara, pendaftaran hak atas tanhanya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah.

8. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Proses penyelenggaraan pendaftaran tanah berfungsi sebagai peradilan pertanahan sehingga dalam tahapan penyelenggaraan pendaftaran tersebut terdapat proses ajudikasi, yaitu suatu proses yang menetapkan status hokum bidang tanah, pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah tersebut dan hubungan hukumnya.

Dalam rangka memberikan kepastian hukum atas hak dan batas tanah tersebut, pasal 19 UUPA menugaskan pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah yang sangat penting artinya untuk mendapat ketenangan dan kepastian hukum bagi masyarakat yang mempunyai hak atas tanah.

Pendaftaran tanah pertama kali yang meliputi kegiatan pengukuran dan pemetaan, pembukuan tanah, ajudikasi, pembukuan hak atas tanah dan penerbitan sertifikat memerlukan biaya yang relatif tinggi, sehingga untuk percepatan kegiatan tersebut Pemerintah mendapat pinjaman dari Bank Dunia.

Seiring dengan reformasi di bidang agraria, maka proses pendaftaran hak atas tanah tersebut juga berubah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah, meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) dan pemeliharaan data tanah (maintenance). Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.

a. Pendaftaran Tanah Secara Sistematik

Pendaftaran tanah secara sistematik merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan. Pendaftaran ini dilaksanakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN.

b. Pendaftaran Tanah Secara Sporadik

Pendaftaran tanah secara sporadik merupakan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan secara individual atau masal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.[11]

Ada kesamaan antara sistem pendaftaran secara sistematik dan pendaftaran secara sporadik, yaitu keduanya merupakan pendaftaran yang dilakukan untuk pertama kali. Adapun rangkaian kegiatan dari pendaftaran tanah yang dilakukan untuk pertama kali tersebut meliputi :

1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik dan data yuridis;

2. Pembuktian hak dan pembukuannya;

3. Penerbitan sertifikat;

4. Penyajian data fisik dan data yuridis;

5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik meliputi kegiatan pengukuran dan pemetaan, yang menyangkut: pembuatan peta dasar pendaftaran tanahnya, penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran tanah, pembuatan daftar tanah, serta pembuatan surat ukur.

Pengukuran dan pemetaan dilaksanakan bidang demi bidang dengan satuan wilayah desa/kelurahan. Sebelum dilaksanakan pengukuran, batas-batas tanah harus dipasang tanda batas dan ditetapkan batas-batasnya melalui asas kontradiksi delimitasi (dihadiri dan disetujui oleh pemilik tanah yang letaknya berbatasan langsung) dengan bidang tanah dimaksud.

Setiap bidang tanah yang diukur harus dibuatkan gambar ukurnya. Gambar ukur ini berisi antara lain: gambar batas tanah, bangunan, dan objek lain hasil pengukuran lapangan berikut angka-angka ukurnya. Selain itu, dituangkan pula informasi mengenai letak tanah serta tanda tangan persetujuan pemilik tanah yang letaknya berbatasan langsung.

Persetujuan batas tanah oleh pemilik tanah yang berbatasan langsung memang diperlukan untuk memenuhi asas kontradiktor delimitasi serta untuk menghindari persengketaan di kemudian hari. Gambar ukur ini harus dapat digunakan untuk rekonstruksi atau pengembalian batas apabila diperlukan di kemudian hari.

Bidang-bidang tanah yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur untuk keperluan pendaftaran haknya, baik melalui konversi atau penegasan konversi bekas hak milik adat maupun melalui permohonan hak atas tanah negara.

Pembuktian tanah Hak Milik adat dilakukan melalui alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup oleh pejabat yang berwenang.

Dalam hal tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian tersebut, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut dengan syarat:

1. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka serta diperkuat oleh kesaksian yang dapat dipercaya;

2. Penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan atau pihak lain.

Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti tersebut dilakukan pengumpulan dan penelitian data fisik dan data yuridis atas tanah yang bersangkutan.

Data fisik dan data yuridis tersebut kemudian diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor kecamatan, kantor ajudikasi, kantor pertanahan, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu selama 60 (enam puluh) hari untuk permohonan rutin (sporadik) dan 30 (tiga puluh) hari untuk pendaftaran melalui proyek ajudikasi (sistematik).

Apabila melewati waktu pengumuman tidak terdapat keberatan atau gugatan dari pihak mana pun, pembukuan hak dapat dilakukan dan sertifikat hak atas tanah dapat diterbitkan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional.

Sedangkan kegiatan pemeliharaan data tanah (maintenance) adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian, sebagai akibat dari beralihnya, dibebaninya atau berubahnya nama pemegang hak yang telah didaftar, hapusnya atau diperpanjangnya jangka waktu yang sudah berakhir, pemacahan, pemisahan dan penggabungan bidang tanah yang haknya sudah didaftar.

9. Instansi Penyelenggara dan Pelaksana Pendaftaran Tanah.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 UUPA, pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional dan tugas pelaksanaan pendaftaran dilakukan oleh kepala kantor pertanahan di daerah-daerah. Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, kepala kantor pertanahan dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan melaksanakan kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan peraturan perundangan yang berlaku.

Dalam melakukan pendaftaran tanah secara sistematik, kepala kantor pertanahan dibantu oleh panitia ajudikasi yang dibentuk oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadic dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.

Penyelenggara pendaaftaran tanah secara garis besar meliputi kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Kedua hal tersebut sama pentingya, karena kurang perhatian terhadap salah satu dari keduanya akan menimbulkan hal-hal yang tidak di harapkan kemudian hari.

Sedangkan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah dengan dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam hal inipendaftaran tanah sistematis kepala kantor pertanahan dibantu oleh panitia Ajudikasi. Penunjukan Panitia Ajudikasi untuk membantu tugas Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah sistematis dimaksud agar tugas-tugas rutin para kepala kantor pertanahan tidak terganggu, mengingat kegiatan pendaftaran tanah secara sistematis pada umumnya bersifat massal

10. Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah

Kegiatan pemeliharaan data pendaftran tanah meliputi Pendaftaran Peralihan dan Pembebanan Hak dan Pendaftaran Perubahan Data Penndaftaran Tanah (Pasal 36 sd 57 PP No. 24 tahun 1997)

Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik ataupun data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah didaftar. Perubahan data fisik dimaksud adalah pemisahan, pemecahan atau penggabungan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar. Perubahan data yuridis terjadi apabila ada pembebanan atau pemindahan hak atas tanah yang sudah didaftar. Perubahan yang terjadi oleh pemegang hak atas tanah wajib didaftarkan pada kantor pertanahan.

11. Pendaftaran Tanah Kedua Kali

Pendaftaran tanah kedua kali ini maksudnya adalah pendaftaran tanah yang memuat pembaruan isi sertifikat seperti jenis sertifikat, nama pemilik hak dan pemegang hak, maupun yang terkait dengan bidang tanah.

Berdasarkan jenis permohonan sertifikat, pendaftaran tanah kedua kali ini dibedakan menjadi tiga; penggantian sertifikat karena rusak, pendaftaran peningkatan hak dan peralihan karena waris atau hibah.[12]

B. Peralihan Hak Atas Tanah

1. Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah

Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memindahkan, sedangkan hak berarti benar.[13] Jadi peralihan hak atas tanah adalah memindahkan atau beralihnya penguasaan tanah yang semula milik sekelompok masyarakat ke masyarakat lainnya.

Peralihan tersebut dapat dilakukan dengan cara menukar/memindahkan tanah. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasan secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain.

Pengertian lain tentang peralihan hak atas tanah, sebagaimana yang dikutip oleh Erene Eka Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau beberapa bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain untuk selama-lamanya (dalam hal ini subyek hukumnya memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah).[14]

Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan oleh subyek hukum yang menimbulkan akibat hukum. Menurut CST Kansil, bahwa “Segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetujuan dinamakan perbuatan hukum”.[15]

Perbuatan hukum itu terdiri dari:

a. Perbuatan hukum sepihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula, misalnya pembuatan surat wasiat, dan pemberian hadiah sesuatu (benda).

b. Perbuatan hukum dua pihak, ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik) misalnya membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa dan lain-lain.

2. Jenis-jenis Cara Peralihan Hak Atas Tanah

Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum pemindahan hak, yakni akan kami terangkan sebagai berikut ;

a. Pewarisan tanpa wasiat

menurut hukum perdata jika pemegang sesuatu hak atas tanah meninggal, maka hak tersebut karena hukum beralih kepada ahli warisnya.

b. Pemindahan hak

berbeda dengan beralihnya hak atas tanah karena pewarisan tanpa wasiat yang terjadi karena peristiwa hukum dengan meninggaknya pemegang hak, dalam perbuatan hukum pemindahan hak, hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain. bentuk pemindahan haknya dapat berupa :

a. Pewarisan dari ayah atau ibu kepada anak atau dari kakek-nenek kepada cucu atau dari adik kepada kakak atau sebaliknya kakak kepada adiknya dan lain sebagainya.

b. Hibah yaitu pemberian dari seseorang kepada orang lain.

c. Jual beli yaitu tanah tersebut dijual kepada pihak lain. Acara jual beli banyak tergantung dari status subyek yang ingin menguasai tanah dan status tanah yang tersedia misalnya apabila yang memerlukan tanah suatu Badan Hukum Indonsia sedangkan tanah yang tersedia berstatus Hak Milik maka secara acara Jual Beli tidak bisa di laksanakan karena akan mengakibatkan jual belinya batal demi hukum, karena Badan Hukum Indonesia tidak dapat menguasai tanah Hak Milik. Namun kenyataannya dalam praktek cara peralihan hak dengan jual beli adalah yang paling banyak ditempuh

d. Tukar menukar anatar bidang tanah yang satu dengan bidang tanah yang lain, dalam tukar menukar ini bisa ada unsur uang dengan suatu pembayaran yang merupakan kompensasi kelebihan atas nilai/ harga tanah yang satu dengan yang lainnya, bisa juga tanpa ada unsur uang karena nilai tanah yang satu dengan yang lainnya sama.

e. Pembagian hak bersama bisa terjadi karena hak yang ada terdaftar atas nama bebertapa nama sehingga untuk lebih memperoleh kepastian hukum para pihak melakukan pembagian atas bidang tanah yang mereka miliki bersama-sama.

f. Pemasukan dalam perseroan yang menyebabkan hak atas tanahnya berubah menjadi atas nama perseroan dimana seseorang tersebut menyerahkan tanahnya sebagai setoran modal dalam perseroan tersebut.

g. Pelepasan hak, dilakukan karena calon pemegang hak yang akan menerima peralihan hak atas tanah tersebut adalah bukan orang atau pihak yang merupakan subjek hukum yang dapat menerima peralihan hak atas tanah yang akan dialihkan tersebut, sebagai contoh tanah yang akan dilalihkan kepada suatu Badan Hukum Indonesia adalah tanah dengan status hak milik, ini tidak bisa dilakukan karena Badan Hukum Indonesia bukanlah Subjek hukum yang dapat menerima peralihan hak atas tanah dengan status hak milik.

h. Lelang, umumnya dilakukan jika tanah yang akan dialihkan tersebut susah untuk menemukan calon pembeli atau tanah tersebut merupakan jaminan pada bank yang sudah di eksekusi lalu mau dijual.

i. Peralihan karena penggabungan atau peleburan perseroan yang menyebabkan ikut beralihnya hak atas tanah yang merupakan asset perseroan yang diambil alih tersebut.

Jual-Beli, tukar Menukar, Hibah dan Pemasukan dalam perusahaan, demikian juga pelkasanaan hibah wasiat, dilakukan oleh para pihak dihadapan PPAT, yang bertugas membuat akatanya. dengan demikian perbuatan hukum yang bersangkutan dihadapan PPAT dipenuhi. Untuk memperoleh surat bukti yang lebih kuat dan lebih luas daya pembuktiannya pemindahan haknya didaftarkan pada kantor pertanahan setempat letak tanah tersebut berada, dengan tujuan :

Ø Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang terdaftar haknya, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

Ø Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah tertentu dan Satuan Rumah Susun yang terdaftar.

Ø Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.[16]

3. Hapusnya Peralihan Hak Atas Tanah

Peralihan Hak Atas Tanah dapat hapus dikarenakan sebagai berikut ;

a. berakhirnya jangka waktu yang bersangkutan sebagaimana ditetapkan dalam sertifikat haknya menjadi hapus.

b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang karena; Tidak dipenuhinya oleh pemegang hak yang bersangkutan kewajiban-kewajiban tertentu atau dilanggarnya suatu larangan, tidak dipenuhinya syarat-syarat atas kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian-perjanjian pemberian pemegang hak dan putusan pengadilan

c. Bila subyek hak tidak lagi memenuhi syarat atau tidak dipenuhinya suatu kewajiban dalam waktu satu tahun pemindahan/peralihan hak mi8lik atas tanah tidak dilepaskan atau tidak dialihkan maka hapus karena hukum.

d. Dilepaskan atau diserahkan dengan sukarela oleh pemegang haknya.

e. Pencabutan haknya

f. Tanah yang bersangkutan musnah, karena proses alamiah ataupun bencana alam.

g. Tanahnya diterlantarkan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah kami paparkan tersebut samapai selesai, dapat kami simpulkan point penting berikut :

1. Pendaftaran hak atas tanah merupakan masalah yang sangat urgen, karena hingga saat ini hak-hak atas tanah yang disetujui oleh pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional saja yang bisa mendapatkan bukti kepemilikan yang sah berupa sertifikat tanah. Inilah maksud daripada tujuan pendaftaran tanah itu sendiri sebagai untuk memberikan kepastian hokum, dan sertifikat juga merupakan alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang otentik tak terbantahkan.

2. Pperalihan hak atas tanah, sebagaimana yang dikutip oleh Erene Eka Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau beberapa bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain untuk selama-lamanya. Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum pemindahan hak.

B. Kritik dan Saran

Semoga tulisan makalah yang berada di tangan teman-teman sekalian ini, walaupun banyak kekurangan disana sini memberikan manfaat bagi kita semua. Kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari teman-teman semua, hal ini dimaksudkan sebagai cambuk bagi kami untuk pembuatan makalah yang lebih baik lagi. Mohon kepada Yth. Bapak Nuzul Wibawa, selaku pembimbing dalam mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama untuk mengoreksi tugas kelompok kami ini, semoga amal kebaikan dan pengabdian beliau dilipatgandakan oleh Allah Swt, Amien.

C. Daftar Pustaka

A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, (Bandung: Mandar Maju) 1990

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria, Pertanahn Indonesia, Jilid 2, (Jakarta, Prestasi Pustaka), 2004

Bahtiar Efendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, (Bandung : Alumni), 2005

CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) 1986

Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Pelaksanaan Mekanisme Fungsi Agraria, (Jakarta, Ghalia Indonesia) 1985

Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, (Jakarta: Universitas Trisakti), 2005, cet I

Kian Goenawan, Panduan Mengurus Sertifikat Tanah dan Properti Prakti, (Yogyakarta: Best Publisher), Cet I, 2009

Prof, Boedi Harsono, Hukum Agraia Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelasanaannya (Jakarta: Penerbit Djambatan), Edisi 2008

Suardi, SH, MH, Hukum Agraria (Jakarta: Badan Penerbit Alam), 2005



[1] PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftran tanah, lihat juga Suardi, SH, MH, Hukum Agraria (Jakarta: Badan Penerbit Alam), 2005, hlm. 144, lihat juga Prof, Boedi Harsono, Hukum Agraia Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelasanaannya (Jakarta: Penerbit Djambatan), Edisi 2008, hlm. 472

[2] Suardi, SH, MH, Hukum Agraria (Jakarta: Badan Penerbit Alam), 2005, hlm. 145

[3] Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Eksistensi Prona Sebagai Pelaksanaan Mekanisme Fungsi Agraria, (Jakarta, Ghalia Indonesia) 1985, hlm

[4] Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria, Pertanahn Indonesia, Jilid 2, (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2004), hal: 5

[5] Prof, Boedi Harsono, Hukum Agraia Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelasanaannya (Jakarta: Penerbit Djambatan), Edisi 2008, hlm. 475

[6] Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Op.Cit, hal: 23

[7] Bahtiar Efendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, (Bandung : Alumni, 1983), hal: 5

[8] Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Op.Cit, hal: 24

[9] Bachtiar Effendie, Ibid, hal: 53.

[10] A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, (Bandung: Mandar Maju) 1990,hlm.66

[11] Boedi Harsono, Op Cit, hal: 478

[12] Kian Goenawan, Panduan Mengurus Sertifikat Tanah dan Properti Prakti, (Yogyakarta: Best Publisher), Cet I, 2009, hlm. 46

[13] Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), hlm 156.

[14] Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, (Jakarta: Universitas Trisakti), 2005, cet I, hlm. 56

[15] CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) 1986, hlm.119

[16] Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP Nomor. 24 tahun 1997, LN No.59 Tahun 1997, TLN No.3696, Pasal 3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar