Sholat adalah ibadah fisik maka tidak boleh digantikan oleh oranglain meskipun setelah meninggal.
Sholat adalah fardlu ‘ain, yaitu fardlu yang wajib dilaksanakan olehsetiap muslim dan tidak diterima pengganti atau wakil karena itu hak Allahterhadap hambaNya. Tidak ada udzur apapun yang bisa menjustifikasiseseorang meninggalkan sholat sejauh dia sadar dan mempunyai akal. Merekayang tidak mampu melaksanakan sholat berdiri, harus melaksanakannya sambil duduk, yang tidak bisa duduk harus melaksanakannya sambil tiduran danbahkan sambil berkedip mata untuk melaksanakan sholat.
Sholat adalah sarana komunikasi spiritual dan dialog batin antara hamba dan tuhannya,bagaimana mungkin digantikan oleh orang lain. Begitu pentingnya sholatsehingga Rasulullah menegaskan “Yang membedakan antara seorang muslim dankafir adalah sholat, barangsiapa meninggalkannya dengan sengaja ataumempermainkannya maka ia telah kafir” (H.R. Muslim).
Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa sholat tidak boleh digantikan olehorang lain antara lain:
1. Firman Allah:
وأن ليس للإنسان إلا ما سعى : 39
“Dan tidak ada bagi seorang manusia, kecuali apa yang diamalkannya”.
Allah hanya menerima sholat untuk dirinya sendiri.
2. Hadis Nabi: "Bila seorang hamba meninggal, maka putuslah semua amalnyakecuali dari tiga perkara, yaitu sedekah yang mengalir, ilmu yangbermanfaat dan anak soleh yang mendoakannya" (H.R. Muslim).
Sholat demikian halnya tidak lagi bisa dilakukan oleh siapapun untuk orangyang telah meninggal.
3. Selain qaidah fikih yang telah disebutkan di atas, ada juga qaidah fikih lain mengatakan "Semua fardlu 'ain, pada dasarnya tidak bolehdigantikan oleh orang lain, kecuali ada dalil dan nash eksplisit yangmemperbolehkannya seperti puasa, zakat dan dan haji."
Adapun sholat yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tua yang meninggal dunia (bukan menggantikan sholat orang tua yang telah meninggal) paraulama mengatakan boleh melakukannya. Misalnya seorang anak melakukan sholat sunnah dan pahalanya dihadiahkan kepada orang tuanya yang telahmeninggal dunia, maka ini diperbolehkan dan merupakan amal baik yangdilakukan seorang anak kepada orang tuanya yang telah meninggal.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Usaid Malik bin Rabiah, iaberkata:"suatu hari kami duduk-duduk bersama Rasulullah s.a.w. laludatanglah seorang lelaki dari Bani Sulaim bertanya: Wahai Rasulullah,adakah kebaikan yang bisa aku berikan kepada kedua orang tuaku setelahmereka meninggal dunia?". Jawab Rasulullah s.a.w.:"Ya, sholat untuk mereka, istighfar untuk mereka, melaksanakan janji mereka, silaturrahmiyang tidak tersambung tanpa keduanya dan memuliakan sahabat-sahabatmereka". Dalam riwayat Daru Qutni dikatakan:" Sesungguhnya termasuk kebaikan kepada dua orang tua yang telah meninggal adalah anda sholat untuk mereka bersama sholatmu, dan berpuasa untuk mereka bersama puasamu"
Maka melihat dalil-dalil di atas, mayoritas ulama mengatakan bahwameng-qadla atau mengantikan sholat seorang yang telah meninggal hukumnya dilarang. Ibnu Battal bahkan menegaskan bahwa telah terjadi ijma' (konsensus ulama) tentang larangan tersebut. Tapi klsim ijma' tersebutmasih diragukan mengingat di sana ada juga pendapat ulama yang mengatakanboleh meng-qadla shalat orang yang telah meninggal dunia.
Beberapa ulama dari Tabi'in membolehkan penggantian sholat untuk orang yang telah meninggal. Dalil-dalil yang dijadikan landasan pendapat ini adalah:
1. Hadist riwayat Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a. beliau memerintahkan seorang perempuan yang ibunya bernadzar untu sholat di masjid Quba tapi meninggal dunia, anak perempuan tersebut melakukan sholat di Quba' untuk ibunya yang telah meninggal.
2. Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih meriwayatkan seorang perempuan berkata kepada Ibnu Abbas r.a. "Ibuku meninggal dan telah bernadzar untuk berjalan ke masjid Quba untuk sholat, maka Ibnu Abbas berfatwa agar perempuan tersebut melakukan nadzar ibunya.
3. Sholat untuk mayit diqiyaskan (disamakan hukumnya) dengan do'a, sedekah dan haji yang diperbolehkan berdasarkan dalil-dalil yang kuat.
Namun riwayat dari Ibnu dan Ibnu Abbas di atas masih dipertanyakan, sebab dalam Muwatta' karya Imam Malik diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar menyatakan "Tidak boleh melakukan sholat untuk orang lain dan tidak boleh melakukan puasa untuk orang lain". Nasa'I juga meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas menyatakan hal serupa. Ibnu Hajar mengatakan untuk mensingkronkan kedua riwayat yang bertentangan tersebut, maksudnya diperbolehkan mengganti untuk orang yang telah meninggal dan larangan untuk yang masih
hidup. (Nailul Authar 9/155).
Imam Nawawi dalam muqaddimah syarah Muslim mengatakan: "Dalam sahih Bukhari bab seorang yang mati dan mempunyai nadzar diriwayatkan bahwa Ibnu Umar memerintahkan seseorang yang ibunya meninggal dan masih punya tanggungan sholat agar ia menggantikannya.
Imam Mawardi meriwayatkan dari Atha' bin Abi Rabah dan Ishaq bin Rahawiyah keduanya mengatakan boleh menggantikan sholat orang yang telah meninggal dunia. Baghawi dalam kitab Tahdzib mengatakan:"Untuk orang yang telah meninggal dan mempunyai tanggungan sholat, maka bisa digantikan setiap sholat dengan satu mud makanan". Namun Imam Nawawi mengatakan bahwa semua pendapat tadi sangat lemah karena dalilnya hanya qiyas kepada do'a, sedekah dan haji. Alusi dalam tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Hazm memperbolehkan menggantikan sholat nadzar, atau fardlu yang ditinggalkan karena lupa atau tertidur dan belum mengadlanya hingga meninggal, maka anaknya boleh menggantikannya, sesuai hadist "Haq Allah lebih berhak untuk dibayar".
Melihat kedua pendapat di atas, Syeh A'tiyah Muhammad Shaqr dari ulama Azhar memilih fatwa yang melarang seseorang menngantikan sholat orang lain, baik setelah meninggal ataupun dalam keadaan masih hidup. Sholat adalah ibadah yang tidak bisa digantikan oleh orang lain, agar orang tidak menggampangkan masalah sholat. Sejauh seseorang masih sadar maka ia wajib sholat dan orang yang disekitarnya wajib mengingatkannya.
Wallahu a'lam
Dari Fatawa Azhariyah nomor 45 1997
Oleh Syeh "Athiyah Muhammad Shaqr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar