Full width home advertisement

Perjalanan Umroh & Haji

Explore Nusantara

Jelajah Dunia

Post Page Advertisement [Top]

ANALIS SBY SEBAGAI PRESIDEN JUGA MERANGKAP
SEBAGAI  KETUA UMUM PARTAI

Di tengah panasnya suhu politik menjelang pemilu 2014, wacana tentang fenomena rangkap jabatan kembali mengemuka. Hal itu didasarkan pada fakta bahwa saat ini, banyak anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II yang juga menyandang jabatan sebagai ketua umum sebuah partai politik.
Pada tanggal 30 sampai dengan tanggal 31 Maret 2013 di Laguna Nusa dua Bali diadakan Kongres Luar Biasa (KLB) oleh partai penguasa di negeri ini yaitu partai Demokrat. Akhirnya, kongres luar biasa yang tidak biasa dilakukan Partai Demokrat, secara aklamasi memilih Susilo Bambang yudhoyono yang tidak lain merupakan Presiden RI yang saat ini sedang menajabat hingga 2014 di tetapkan sebagai ketua umum Partai Demokrat secara Aklamasi menggantikan Anas Urbaningruum yang telah di tetapkan sebagai tersangka. Kemudian sang presidenpun pun langsung menunjuk Syarief Hasan sebagai Ketua Harian DPP Demokrat.
Terpilihnya SBY sebagai ketua umum partai Demokrat banyak yang mengkritk bahwa SBY sedang turun derajat, seharusnya SBY fokus dalam mengurusi Negara bahkan banyak diantaranya yang mengingnkan sebaiknya SBY turun saja dari kursi presidenan. Penulis menilai Apa yang hari ini terjadi pada Presiden SBY siapapun orang yang berada pada posisi sebagai SBY yakni sebagai pendiri partai Demokrat yang melihat prahara di kubu partainya sehingga mengharuskan turun gunung kembali, demi menciptakan kerukunan di internal partainya tidak bisa disalahkan, karena biar bagaimanapun partai Demokrat adalah Partai pemenang Pemilu Legislatif di tahun 2009.
Lebih jauh untuk menelusuri apakah Presideng sebagai kepala Negara juga sebagai kepala pemeritahan juga sebagai warga Negara Indoensia  boleh  merangkap sebagai ketua partai? Alangkahbaiknya kita lihat dalam berbagai aspek berikut ini :

a.      Aspek Sosiologis
Secara sosiologis hal ini juga pernah dilakukan pada era orde lama dimana Ir. Soekarno selain menjabat sebagai Presiden RI juga menjabat sebagai ketua umum PNI, KH Abdurrrahman Wahid (Gusdur) yang terpilih menjadi Presiden ke-4 RI beliau juga menjabat sebagai ketua umum PKB sekaligus sebagai ketua umum PKB meskipun hingga tahun 2000 saja beliau menjabat dan setelahnya beliau menjadi ketua dewan syuro PKB, kemudian DR(HC) Megawati Soekarno Putri disamping beliau sebagai Presiden RI ke-5 beliau juga merupakan ketua DPP PDIP hingga sekarang selain mereka yang merangkap jabatan Presiden sekaligus ketua umum partai diantara mereka yang pernah menjabat sebagai perdana mentri sekaligus ketua umum partai ada sosok KH.DR (HC) Mohamad Natsir yang menjadi perdana mentri tahun 1950-1951 sekaligus sebagai ketua umum Partai Masyumi juga diantara mereka yang pernah menjadi Wakil Presiden sekaligus ketua umum partai ada sosok Megawati sebagai ketua Umum DPP PDIP Kala itu juga ada Drs.Muhamad Jusuf Kalla yang menjadi Wakil Presiden sekaligus sebagai ketua DPP Partai Golkar. Jadi secara sosiologis hal ini pernah dilakukan sebelumnya oleh para pemimpin-pemimpin bangsa ini.

b.      Aspek Filosofis
Secara Filosofis sila ke-2 pada pancasila yang berisi kemanusiaan yang adil dan beradab dalam salah satu butirnya yang berisi Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. SBY disamping sebagai Presiden RI pada hakekatnya beliau juga adalah warga Negara Indonesia pula sehingga ia pun berhak menjadi ketua umum partai disamping sebagai Presiden RI.

c.       Aspek Yuridis.
Secara Yuridis tidak ada satupun undang-undang yang dalam pasal-pasal yang berisi larangan Presiden untuk tidak rangkap jabatan termasuk didalamnya larangan untuk menjadi ketua umum partai.
Namun kalau kita menilik urgensi UU No. 24 Tahun 2008 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, aganya sungguh membingungkan, apakah tidak terjadi pemiuhan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, jika UU tersebut menegaskan bahwa “Pasal 6A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum.”
Secara umum UU No. 42 Tahun 2008 menegaskan, dalam konteks penyelenggaraan sistem pemerintahan Presidensiil, menteri yang akan dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden harus mengundurkan diri pada saat didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum. Selain para Menteri, Undang-Undang ini juga mewajibkan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mengundurkan diri apabila dicalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Pengunduran diri para pejabat negara tersebut dimaksudkan untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan terwujudnya etika politik ketatanegaraan.
Juga ditegaskan, “presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih adalah pemimpin bangsa, bukan hanya pemimpin golongan atau kelompok tertentu. Untuk itu, dalam rangka membangun etika pemerintahan terdapat semangat bahwa Presiden atau Wakil Presiden terpilih tidak merangkap jabatan sebagai Pimpinan Partai Politik yang pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing Partai Politik”.
SBY memang saat ini sebagai ketua umum partai Demokrat, namun penulis menilai SBY sebagai ketua umum partai Demokrat hanyalah sebagai symbol di internal partai Demokrat karena tugas SBY sebagai ketua umum dalam pelaksana hariannya di lakukan oleh Syarif Hasan yang tidak lain sebagai mentri koperasi dan usaha kecil menengah Republik Indonesia selaku pelaksana tugas harian ketua umum selama dan Marzuki Ali yang merupakan ketua DPR RI juga wakil ketua ketua majlis tinggi partai sebagai pelaksana tugas harian dewan pembinan partai Demokrat, sehingga penulis menilai SBY hanyalah sebagai symbol ketua umum di partai Demokrat di tengah prahara yang tengah menghadangnya sehingga walaupun dia sebagai ketua umum partai Demokrat pun tidak akan terpengaruh pada tugasnya selaku Presiden RI.
Apa yang dilakukan oleh presiden SBY saat ini tidak salah dalam mengkritik apa yang dia lakukan, hanya saja kritik yang dilontarkan ada baiknya adalah kritik yang membangun bukan kritik yang menjatuhkan terlebih kritik yang mengarah kepada suatu penghinaan meskipun tindakan mengkertik dilindungi oleh pasal 28 E ayat 3 UUD 1945 juga UU NO 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyatakan pendapat dimuka umum, karena biar bagaimanapun beliau adalah Presiden RI yang dipilih secara langsung oleh warga Negara Indonesia.
Sudah saatnya penyelenggara negara yang sedang merangkap jabatan sebagai ketua umum partai bisa memisahkan antara tugas negara dan tugas sebagai ketuam umum partai politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| All Rights Reserved - Designed by Colorlib