1). Unsur-unsur Pewarisan
Unsur terjadinya pewarisan diperlukan unsur-unsur sebagai berikut :
a). Adanya orang yang meninggal dunia (erflater), yang meninggalkan harta warisan yang disebut pewaris.
b). Adanya orang yang masih hidup (erfgenaam), yaitu orang yang menurut Undang-undang atau testaman berhak mendapat waris, yang disebut ahli waris.
c). Adanya benda yang ditinggalkan (erfenis tialatemchap), yaitu segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris pada saat ia meninggal dunia yang disebut harta warisan, bisa berbentuk aktiva atau passiva.
2). Syarat- syarat pewaris
Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat atau tanpa surat wasiat.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam unsur-unsur pewarisan adalah :
a). Syarat-syarat yang berhubungan dengan pewaris
Untuk terjadinya maka si pewaris harus sudah meninggal dunia sebagaimana disebutkan pada pasal 830 KUH Perdata “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.
b). Syarat-syarat yang berhubungan dengan ahli waris
1. Mempunyai hak atas harta peninggalan pewaris hak ini ada karena:
a). Adanya hubungan darah atau perkawinan antara ahli waris dengan pewaris disebut ahli waris menurut undang-undang (Ab- intestato), (pasal 874 KUHPerdata). Ada dua cara mewaris berdasarkan undang-undang, berdasarkan kedudukan sendiri (Uit Eigen Hoofde) atau dengan mewarisi langsung, ahli warisnya adalah mereka yang terpanggil untuk mewaris berdasarkan kedudukan sendiri pada asasnya ahli waris mewaris kepala demi kepala yang tercantum pada pasal 852 ayat 2 KUHPerdata yang isinya “ Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masing-masing mempunyai hak kerena diri sendiri. Orang yang mewaris karena kedudukannya sendiri dalam susunan keluarga si pewaris mempunyai posisi yang memberikan kepadanya hak untuk mewaris. Haknya tersebut adalah haknya sendiri, bukan menggantikan hak orang lain. Mewaris kepala demi kepala artinya tiap-tiap ahli waris menerima bagian yang sama besarnya. Dan berdasarkan penggantian (Bij plaatvervulling), Yakni pewarisan dimana ahli waris menggantikan ahli waris yang berhak menerima warisan yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. Dalam mewaris berdasarkan penggantian tempat ahli waris artinya mereka yang mewaris berdasarkan penggantian tempat, mewaris pancang demi pancang. Mewaris karena penggantian tempat diatur dalam pasal 841 sampai dengan 848 KUHPerdata.” Penggantian memberi hak kepada seorang yang mengganti, untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang diganti.
b). Adanya pemberian wasiat yang diberikan oleh pewaris untuk para ahli waris atau testaminair (pasal 875 KUHPerdata). Adapun yang dinamakan surat wasiat atau testamen ialah suatu fakta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehindakinya akan terjadinya setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Yang paling lazim suatu testamen berisi apa yang dinamakan suatu “erfsteling” yaitu penunjukan seorang atau beberapa orang menjadi ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan, orang yang ditunjuk itu dinamakan “ testamentaire erfgenaam”.
2. Ahli waris ada atau masih hidup pada saat kematian pewaris
3. Tidak terdapat sebab-sebab atau hal-hal yang menurut undang-undang, ahli waris tidak patut atau terlarang (onwaarding) untuk menerima warisan dari si pewaris. Menurut pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada empat kelompok yang tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan dari pewarisan ialah :
a) Mereka yang dengan putusan hakim dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal.
b) Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah mengajukan pengaduan terhadap pada si yang meninggal ialah suatu pengaduan telah melakukan suatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.
c) Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah atau menghalangi-halangi si meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiat.
d) Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat yang meninggal.
Unsur terjadinya pewarisan diperlukan unsur-unsur sebagai berikut :
a). Adanya orang yang meninggal dunia (erflater), yang meninggalkan harta warisan yang disebut pewaris.
b). Adanya orang yang masih hidup (erfgenaam), yaitu orang yang menurut Undang-undang atau testaman berhak mendapat waris, yang disebut ahli waris.
c). Adanya benda yang ditinggalkan (erfenis tialatemchap), yaitu segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris pada saat ia meninggal dunia yang disebut harta warisan, bisa berbentuk aktiva atau passiva.
2). Syarat- syarat pewaris
Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat atau tanpa surat wasiat.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam unsur-unsur pewarisan adalah :
a). Syarat-syarat yang berhubungan dengan pewaris
Untuk terjadinya maka si pewaris harus sudah meninggal dunia sebagaimana disebutkan pada pasal 830 KUH Perdata “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.
b). Syarat-syarat yang berhubungan dengan ahli waris
1. Mempunyai hak atas harta peninggalan pewaris hak ini ada karena:
a). Adanya hubungan darah atau perkawinan antara ahli waris dengan pewaris disebut ahli waris menurut undang-undang (Ab- intestato), (pasal 874 KUHPerdata). Ada dua cara mewaris berdasarkan undang-undang, berdasarkan kedudukan sendiri (Uit Eigen Hoofde) atau dengan mewarisi langsung, ahli warisnya adalah mereka yang terpanggil untuk mewaris berdasarkan kedudukan sendiri pada asasnya ahli waris mewaris kepala demi kepala yang tercantum pada pasal 852 ayat 2 KUHPerdata yang isinya “ Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masing-masing mempunyai hak kerena diri sendiri. Orang yang mewaris karena kedudukannya sendiri dalam susunan keluarga si pewaris mempunyai posisi yang memberikan kepadanya hak untuk mewaris. Haknya tersebut adalah haknya sendiri, bukan menggantikan hak orang lain. Mewaris kepala demi kepala artinya tiap-tiap ahli waris menerima bagian yang sama besarnya. Dan berdasarkan penggantian (Bij plaatvervulling), Yakni pewarisan dimana ahli waris menggantikan ahli waris yang berhak menerima warisan yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. Dalam mewaris berdasarkan penggantian tempat ahli waris artinya mereka yang mewaris berdasarkan penggantian tempat, mewaris pancang demi pancang. Mewaris karena penggantian tempat diatur dalam pasal 841 sampai dengan 848 KUHPerdata.” Penggantian memberi hak kepada seorang yang mengganti, untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang diganti.
b). Adanya pemberian wasiat yang diberikan oleh pewaris untuk para ahli waris atau testaminair (pasal 875 KUHPerdata). Adapun yang dinamakan surat wasiat atau testamen ialah suatu fakta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehindakinya akan terjadinya setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Yang paling lazim suatu testamen berisi apa yang dinamakan suatu “erfsteling” yaitu penunjukan seorang atau beberapa orang menjadi ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan, orang yang ditunjuk itu dinamakan “ testamentaire erfgenaam”.
2. Ahli waris ada atau masih hidup pada saat kematian pewaris
3. Tidak terdapat sebab-sebab atau hal-hal yang menurut undang-undang, ahli waris tidak patut atau terlarang (onwaarding) untuk menerima warisan dari si pewaris. Menurut pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada empat kelompok yang tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan dari pewarisan ialah :
a) Mereka yang dengan putusan hakim dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal.
b) Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah mengajukan pengaduan terhadap pada si yang meninggal ialah suatu pengaduan telah melakukan suatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.
c) Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah atau menghalangi-halangi si meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiat.
d) Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat yang meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar