Sabtu, 01 Desember 2012

Perkembangan, Jenis dan Struktur Pasar Modal di Indonesia

1.      Sejarah Perkembangan Pasar Modal Syariah
Penduduk Indonesia yang sebagian besar adalah muslim seharusnya menjadi salah satu faktor pendorong kemajuan instrumen investasi yang berprinsip syariah. Jumlah penduduk yang besar sebenarnya merupakan potensi untuk menjadi pelaku utama pasar khususnya sebagai investor lokal. Pemerintah dalam upaya menggalakkan program investasi baik domestik maupun lokal berusaha menyediakan media yang diharapkan oleh masyarakat pemodal. Salah satunya adalah dengan mengembangkan produk-produk investasi di pasar modal indonesia yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini cukup penting dimana masih banyaknya masyarakat yang kurang paham tentang kinerja pasar modal sehingga cepat memberikan pendapat yang tidak seluruhnya benar pada pasar modal seperti investasi di pasar modal diharamkan dalam ajaran Islam sementara menarik investasi melalui investor domestik maupun asing khususnya dari negara-negara Timur Tengah sangat dibutuhkan bagi survive tidaknya perekonomian.
Sejarah Pasar Modal Syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksadana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah.
Pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksadana Syariah. Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan adalah akad mudharabah.[1]
Pasar Modal Syariah mulai ikut meramaikan lantai bursa tepatnya pada tanggal 14 Maret 2003 dengan dibukanya secara resmi Pasar Modal Syariah oleh menteri keuangan Boediono dan didampingi oleh ketua Bapepam Herwidayatmo, wakil dari MUI dan wakil dari DSN serta direksi SRO, direksi perusahaan efek, pengurus organisasi pelaku dan asosiasi profesi di pasar Indonesia.[2] Pada momentum yang bersejarah tersebut, di sahkan pula Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai lembaga yang memiliki otoritas dalam mengawasi aspek syariah baik sistem maupun produk dari Pasar modal Syariah. Maka selain Badan Pengawas Pasar Modal, Pasar Modal Syariah juga diawasi secara ketat oleh DSN agar sistem operasional dan produk-produk yang diluncurkan sesuai dengan kaidah-kaidah syariah. Dewan Syariah Nasional (DSN) atau Al-Hai`ah as-Syar`iyah al-Wathaniyah ( National Sharia Board) adalah lembaga yang berada di bawah Majelis Ulama Indonesia yang memiliki tugas untuk menggali, mengkaji dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (syari`ah) sebagai dasar dan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga-lembaga keuangan syari`ah serta mengawasi pelaksanaan dan implementasinya. Anggota lembaga ini adalah para ahli hukum Islam dan praktisi ekonomi khususnya keuangan, baik bank maupun non bank yang berfungsi untuk menjalankan tugas-tugas Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam pelaksanaannya, lembaga ini dibantu dengan Badan Pelaksana Harian DSW (BPH-DSN) yang melakukan penelitian, eksplorasi dan pengkajian. Kemudian setelah dianggap cukup memadai, hasil kajian itu dituangkan dalam bentuk rancangan fatwa DSN. Rancangan fatwa ini selanjutnya dibawa dalam rapat pleno pengurus DSN untuk dibahas dan diputuskan menjadi fatwa DSN.
Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK, perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan Pasar Modal Syariah masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dan dilaksanakan oleh unit setingkat eselon IV yang secara khusus mempunyai tugas dan fungsi mengembangkan pasar modal syariah. Sejalan dengan perkembangan industri yang ada, pada tahun 2006 unit eselon IV yang ada sebelumnya ditingkatkan menjadi unit setingkat eselon III.
Pada tanggal 23 Nopember 2006, Bapepam-LK menerbitkan paket Peraturan Bapepam dan LK terkait Pasar Modal Syariah. Paket peraturan tersebut yaitu Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, pada tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan peluncuran Daftar Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam dan LK pada tanggal 12 September 2007.
Perkembangan Pasar Modal Syariah mencapai tonggak sejarah baru dengan disahkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan surat berharga syariah negara atau sukuk negara. Pada tanggal 26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan IFR0002.
Pada tanggal 30 Juni 2009, Bapepam-LK telah melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Sejak tahun 2001 hingga saat ini terdapat 14 Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Calon emiten untuk memperoleh sertifikasi syariah dari DSN-MUI harus terlebih dahulu mempresentasikan terutama pada struktur bagi hasil dengan nasabah atau investor, struktur transaksi, bentuk perjanjian, wali amanat dan lain lain.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pasar Modal Syariah memiliki karakteristik yang berbeda dari Pasar Modal Konvensional. Meskipun produk-produk Pasar Modal Syariah diperdagangkan di lantai bursa yang sama dengan produk-produk Pasar Modal konvensional, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan yang signifikan di dalamnya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari filosofi ekonomi syariah sebagai fondasi dan pilar utama dalam Pasar Modal Syariah. Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dan pasar modal syariah terletak pada instrument dan mekanisme transaksi, sedangkan perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah. Instrumen investasi memenuhi prinsip syariah apabila kegiatan perusahaan dan anak perusahaan tidak bergerak pada alkohol, perjudian, produksi yang bahan bakunya berasal dari babi, pornografi , jasa keuangan yang bersifat konvensional dan auransi yang bersifat konvensional.

2.      Jenis-Jenis Pasar Dalam Pasar Modal
a.       Pasar Perdana ( Primary Market )
Pasar Perdana adalah penawaran saham pertama kali dari emiten kepada para pemodal selama waktu yang ditetapkan oleh pihak penerbit (issuer) sebelum saham tersebut belum diperdagangkan di pasar sekunder. Biasanya dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 6 hari kerja. Harga saham di pasar perdana ditetukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang go public berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang bersangkutan. Dalam pasar perdana, perusahaan akan memperoleh dana yang diperlukan. Perusahaan dapat menggunakan dana hasil emisi untuk mengembangkan dan memperluas barang modal untuk memproduksi barang dan jasa. Selain itu dapat juga digunakan untuk melunasi hutang dan memperbaiki struktur pemodalan usaha. Harga saham pasar perdana tetap, pihak yang berwenang adalah penjamin emisi dan pialang, tidak dikenakan komisi dengan pemesanan yang dilakukan melalui agen penjualan.

b.      Pasar Sekunder ( Secondary Market ) 
Pasar sekunder adalah tempat terjadinya transaksi jual-beli saham diantara investor setelah melewati masa penawaran saham di pasar perdana, dalam waktu selambat-lambatnya 90 hari setelah ijin emisi diberikan maka efek tersebut harus dicatatkan di bursa.
Dengan adanya pasar sekunder para investor dapat membeli dan menjual efek setiap saat. Sedangkan manfaat bagi perusahaan, pasar sekunder berguna sebagai tempat untuk menghimpun investor lembaga dan perseorangan. Harga saham pasar sekunder berfluktuasi sesuai dengan ekspetasi pasar, pihak yang berwenang adalah pialang, adanya beban komisi untuk penjualan dan pembelian, pemesanannya dilakukan melalui anggota bursa, jangka waktunya tidak terbatas.
Tempat terjadinya pasar sekunder di dua tempat, yakni Bursa reguler adalah bursa efek resmi seperti Bursa Efek Jakarta (BEJ), dan Bursa Efek Surabaya (BES dan Bursa parallel atau over the counter adalah suatu sistem perdagangan efek yang terorganisir di luar bursa efek resmi, dengan bentuk pasar sekunder yang diatur dan diselenggarakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE), diawasi dan dibina oleh Bapepam. Over the counter karena pertemuan antara penjual dan pembeli tidak dilakukan di suatu tempat tertentu tetapi tersebar diantara kantor para broker atau dealer.

c.       Struktur Pasar Modal
Struktur Pasar Modal Indonesia telah diatur oleh UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Berdasarkan hal tersebut, kebijakan di bidang Pasar Modal ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari Pasar Modal dilakukan oleh Bapepam sebagai salah satu unit di lingkungan Departemen Keuangan. Secara umum struktur Pasar Modal Indonesia bisa dilihat dalam bagan sebagai berikut:[3]

 
 


[2] Prof. Dr. H. Abdul Manan,SH., SIP., M.Hum, Aspek Hukum dalam Penyeleggaraan Investasi di Pasar Modal Syariah Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Cet. I, Hlm. 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar