Full width home advertisement

Perjalanan Umroh & Haji

Explore Nusantara

Jelajah Dunia

Post Page Advertisement [Top]

Mengenal biografi penulis Kutub as-Sittah menjadi penting, ketika para ahli hadis menyetujui bahwa Kutub as-Sittah itu dijadikan kitab hadis setandar. Meskpun ada berbeda pendapat tentang apakah Muwaththa’ Malik sebagai kitab ke-enam dari kutubus-sittah, ataukah Sunan Ibnu Majah. Karena begitu besar perhatian ulama terhadap Muwaththa’ Malik, maka penulis ingin juga menyampaikan sedikit riwayat Imam Malik, yang kemudian juga menjadi pemuka Mazhab Malik. Begitu juga mengenai Imam Ahmad Ibnu Hanbal, penulis ingin juga memaparkan riwayat hidupnya, meskipun tidak terlalu panjang, tetapi paling tidak membuka wawasan teantang seorang ‘Ulama Besar Ilmu Hadis, dan menjadi pemuka Mazhab Ahmad Ibn Hanbal. Mengenai hal ini, telah dibuatkan riwayatnya di depan, ketika membahas tentang Musnad Ahmad Ibnu Hanbal.

Dalam sejarah perkembangan hadis tercatat, bahwa pada paruh abad ke dua, abad ke dua dan abad ke tiga, merupakan abad ke emasan perkembangan hadis, dimana pada saat-saat itu para penulis besar hadis lahir, dibesarkan dan berkarya. Dengan demikian, banyaknya kitab hadis yang disusun dan didasarkan pada pertimbangan kwalitas serta banyaknya perhatian khusus yang dicurahkan ‘Ulama terhadap suatu kitab hadis tertentu, maka ‘Ulama mutaakhirin lalu menetapkan beberapa kitab hadis sebagai kitab pokok atau standar.
Pada perjalanan sejarah, kitab hadis standar tersebut, yang selama ini dikenal umat Islam, mengalami penyebutan istilah yang berbeda-beda untuk sejumlah kitab tertentu sampai dengan penyebutan istilah kutubus-sittah (kitab setandar yang enam).
Menurut Ibnu Sakan (w. 353 H.) kitab hadis yang dapat dijadikan hujjah hanya empat kitab hadis, yaitu shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Suna Abu Dawud, dan Sunan An-Nasai,
Begitu pula pendapat Ibnu Mandah (w.396 H.) ketika ditanya tentang kitab hadis mana yang di dalamnya memuat hadis shahih, beliau menjawab: “ Para Imam Hadis yang meriwayatkan hadis shahih, dari kitab mereka adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud dan Imam An-Nasai”. Sejak saat itulah mulai dikenal istilah al-kutub al-arba’ah , yaitu empat kitab hadis yang mengandung hadis shahih. Ke empat kitab hadis itu ialah Shahih Bukhari, shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan Sunan an-Nasai.
Pada abad ke lima Hijriyyah istilah al-kutub al-arbaah mengalami perkembangan, yaitu menjadi al-kutub al-khamsah dengan ditambahkannya kitab Sunan At-Tirmidzi ke dalam kelompok al-kutub al-arba’ah dengan Ibnu Hazm ( Abu Muhmmad Ibnu Muhammad, w. 456 H.) sebagai pelopornya dan diikuti oleh Abu Thahir (‘Imad al-Din Ahmad Ibn Muhammad al-Salafi, w. 576 H.) . Sampai istilah al-kutubu al-khamsah ini lahir, Sunan Ibnu Majah belum masuk ke dalam dua istilah tersebut.
Pada abad ke-6 H. istilah al-kutub al-khamsah mengalami perkembangan menjadi al-kutub al-sittah dengan masuknya kitab Sunan Ibn Majah,dalam urutan ke enam. Adapun orang pertama yang memasukkan Sunan Ibnu Majah sebagai kitab yang ke enam Abu Al-Fadl Ibnu Thahir al-Maqdisi (w.507) dalam kitabnya Athraf al-Kutub as-Sittah dan Surut Aimmatil-Sittah.
Pendapat al-Maqdisi ini kemudian diikuti oleh Abdul-Gani Ibn Abdul Wahid al-Maqdisi (w.600 H.) dalam kitabnya al-Kamal fi Asami ar-Rijal.
Selanjutnya akan didaparkan riwayat hidup penulis Kutubus Sittah, dan sesuai dengan janji penulis buku ini disebutkan juga sedikit riwayat Imam Malik, sebagai pengarang /penulis Muwaththa’ Malik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| All Rights Reserved - Designed by Colorlib