TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH HUKUM DAGANG
(Dosen Pengampu Mata Kuliah : Rina
Yunarti, SH., M.Kn)
Oleh
UUF ROUF
SOAL
1.
Apa beda
hukum dagang dengan hukum bisnis?
2.
Apa yang
dimaksud dengan Matschap, CV, dan Firma?
3.
CV dibagi
menjadi dua kelompok sekutu, sebutkan dan jelaskan dua kelompok tersebut?
4.
Apakah
yang dimaksud dengan PT?
5.
Bagaimana
proses pendirian PT? jelaskan
6.
Apa yang
dimaksud dengan saham?
7.
Jelakan
hubungan KUHPerdata dan KUHDagang?
8.
Apakah
surat berharga masuk kedalam Hukum Dagang? Jika iya, jelaskan penegrtiannya?
9.
Apakah
Obligasi diatur didalam KUHD?Jika iya, jelaskan
unsure-unsurnya?
JAWABAN
1.
Perbedaan
yang mendasar antara Istilah hukum dagang dengan istilah hukum bisnis terletak
pada ruang lingkupnya. Sebelum membicarakan hal tersebut, alangkah baiknya kita
melihat pengertian hukum dagang itu sendiri, istilah hukum dagang merupakan
istilah dengan cakupan yang sangat tradisional dan sangat sempit karena istilah
hukum dagang tersebut hanya melingkupi topik-topik yang terdapat dalam
Kitab-Kitab Hukum Dagang (KUHD) saja. Sementara topik-topik yang menjadi
pembicaraan hukum bisnis sangat luas, dan banyak yang tidak diatur dalam KUHD,
topik kajian hukum bisnis yang tidak di atur dalam KUHD misalnya, mengenai perseroan terbatas, merger
dan akuisisi, kontrak bisnis, jual beli,
bentuk-bentuk perusahaan, perusahaan go public dan pasar modal, penanaman modal
asing, kepailitan dan likuidasi, perkreditan dan pembiayaan, jaminan hutang,
surat berharga, perburuhan, hak atas kekayaan intelektual, anti monopoli,
perlindungan konsumen, keagenan dan distribusi, asuransi, perpajakan,
penyelesaian sengketa bisnis, bisnis internasional, hukum pengngkutan (darat,
laut, udara, multimoda). Hal yang mendasar itulah yang membedakan dari istilah
hukum dagang dan hukum bisnis. Dan menurut saya, penggunaan istilah yang
idealnya adalah “hukum bisnis” itu sendiri, bukan istilah “hukum dagang”.
2.
Yang
dimaksud dengan Maatschap (persekutuan perdata), dalam pasal 1618
dijelaskan bahwa: Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian dengan nama dua
orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan
dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh karenanya.
Sebagai badan usaha Maatschap diatur dalam pasal 1618-1652 KUHPerdata. Jadi
dapat disimpulkan bahwa, maatschap atau Persekutuan Perdata merupakan kumpulan
dari orang-orang yang biasanya memiliki profesi yang sama dan berkeinginan
untuk berhimpun dengan menggunakan nama bersama. Maatschap merupakan kumpulan
dari orang-orang yang memiliki profesi yang sama ini karakteristik dari
Maatschap yang tidak dimiliki oleh Firma ataupun CV, oleh karena itu, didalam
pembukaan suatu Maatschap Notaris misalnya, maka para sekutunya harusnya hanya
orang-orang yang berprofesi sebagai Notaris saja. Jadi tidak boleh dibuat
misalnya: Kantor Notaris Albantani dan
Rekan, tapi ternyata para sekutunya terdiri dari Akuntan, Pengacara ataupun
konsultan manajemen.
Sedangkan yang
dimaksdu dengan CV atau persekutuan komanditer menurut Pasal 19 KUHDagang,
adalah perseroan menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang
atau beberapa orang persero yang secara langsung bertanggung jawab untuk
seluruhnya pada satu pihak dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang pada
pihak lain. Jadi dari pengertian yang tercantum dalam pasal 19 KUHDagang dapat
ditarik kesimpulan, bahwa CV merupakan suatu kerjasama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama disebut anggota aktif atau sekutu aktif, ada juga yang
menyebut sekutu kerja atau sekutu komplementer, dimana pihak pertama ini
bertanggungjawab penuh dengan kekayaan pribadinya terhadap perusahaan atau
utang-utang perusahaan. Pihak kedua disebut sekutu komanditer dimana ia turut
menanamkan modalnya tetapi tidak ikut memimpin perusahaan dan betanggung jawab
terhadap perusahaan terbatas pada modal yang tertanam saja.
Terakhir
tentang apa yang dimaksud dengan Firma, menurut pasal 16 KUHDagang, Perseroan
Firma adalah suatu perseroan yang didirikan untuk melakukan suatu usaha di
bawah satu nama bersama. Selanjutnya dalam pasal 17 disebutkan, tiap-tiap
perseroan kecuali yang tidak diperkenankan, mempunyai wewenang untuk bertindak,
mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, dan mengikat perseroan
kepada pihak ketiga, dan pihak ketiga kepada perseroan. tindakan-tindakan yang
tidak bersangkutan dengan perseroan, atau yang bagi para persero menurut
perjanjian tidak berwenang untuk mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan
ini. Kemudian dalam pasal 18 disebutkan,
dalam perseroan firma tiap-tiap persero bertanggung jawab secara tanggung
renteng untuk seluruhnya atas perikatan-perikatan perseroannya. Jadi dapat
disimpulkan atas apa yang di rumuskan oleh pasal-pasal tersebut, bahwa
Perseroan Firma ini merupakan suatu persekutuan yang menyelenggarakan
perusahaan atasa nama bersama, di amna tiap-tiap persero dapat mengikat firma
dengan pihak ke tiga dan mereka masing-masing bertanggung jawab atas
keseluruhan utang firma secara tanggung menanggung.
Atas tiga
definisi (Maatschap, CV dan Firma) tersebut, maka dapat disimpulkan Maatschap,
CV dan Firma ini mempunyai karakteristik sendiri-sendiri yang membedakan antara
yang satu dengan yang lainnya.
3.
Sebagaimana
telah sisinggung dalam jawaban soal nomor dua, bahwa dalam CV terdiri dari dua
kelompok sekutu yakni sekutu aktif, dan sekutu
komanditer. Sekutu aktif atau sekutu Komplementer, adalah sekutu yang
menjalankan perusahaan dan berhak melakukan perjanjian dengan pihak ketiga. Artinya,
semua kebijakan perusahaan dijalankan oleh sekutu aktif. Sekutu aktif sering
juga disebut sebagai persero kuasa atau persero pengurus. Sedangkan sekutu pasif
atau sekutu Komanditer, adalah sekutu yang hanya menyertakan modal dalam
persekutuan. Jika perusahaan menderita rugi, mereka hanya bertanggung jawab
sebatas modal yang disertakan dan begitu juga apabila untung, uang mereka
memperoleh terbatas tergantung modal yang mereka berikan. Status Sekutu
Komanditer dapat disamakan dengan seorang yang menitipkan modal pada suatu
perusahaan, yang hanya menantikan hasil keuntungan dari inbreng yang dimasukan
itu, dan tidak ikut campur dalam kepengurusan, pengusahaan, maupun kegiatan
usaha perusahaan. Sekutu ini sering juga disebut sebagai persero diam.
4.
Ketentuan
sebagiamana yang telah dirumuskan dalam KUHPerdata dan KUHDagang menegnai
perseroan terbatas sejak ada UU Nomor 1 tahun 1995, juga atas perubahan pertama
atas UU Nomor 1 tahun 1995 dengan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas sudah tidak digunakan lagi, dan ketentuan itu beralih kepada UU
tentang perseroan terbatas. Perseroan terbatas menurut UU Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas pasal 1 angka 1 disebutkan, Perseroan Terbatas, yang
selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian,
perseroan terbatas didirikan dalam waktu tertentu dan berkedudukan diwilayah
Negara republic Indonesia yang ditentukan dalam AD perseroan tersebut, dan
dalam pendiriannya harus memenuhi syarat formal dan syarat materil.
Perseroan
Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu
persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham,
yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena
modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan
kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.
Perseroan
terbatas merupakan Badan Usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam
anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik
perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat
memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik
saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang
dimiliki. Apabila Utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan
utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila
perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang
disebut Dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang
diperoleh perseroan terbatas.
5.
Sebelum
pada tahap proses pendirian perseroan terbatas, terlebih dahulu harus memenuhi
syarat formal dan syarat materil. Syarat
pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut:
Pendiri minimal 2 orang atau lebih, Akta
Notaris yang berbahasa Indonesia, Setiap pendiri harus mengambil bagian atas
saham, kecuali dalam rangka peleburan, Akta pendirian harus disahkan oleh
Menteri kehakiman dan diumumkan dalam BNRI, Modal dasar minimal Rp. 50jt dan
modal disetor minimal 25% dari modal dasar, Minimal 1 orang direktur dan 1
orang komisaris, dan Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia, kecuali PT. PMA
Mekanisme pendirian perseroan terbatas, harus dengan menggunakan
akta resmi atau akta yang dibuat oleh notaries (syarat formal) yang di dalamnya
dicantumkan nama lain dari perseroan Terbatas, Modal, bidang usaha, alamat
Perusahaan, dan lain-lain. Dan akta ini harus disahkan oleh menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Untuk mendapat izin dari menteri
kehakiman, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.
Perseroan
terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan
2.
Akta
pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-Undang
3.
Paling
sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal dasar. (sesuai
dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun 2007, keduanya tentang
perseroan terbatas)
Setelah mendapat pengesahan, maka akta pendirian tersebut harus
didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Perusahaan, hal ini berdasarkabsesuai UU Wajib
Daftar Perusahaan tahun 1982. Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan
telah sah sebagai badan hukum dan perseroan terbatas menjadi dirinya sendiri
serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan Kekayaan perseroan terpisah
dari kekayaan pemiliknya.
6.
Saham
adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang
mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Dengan menerbitkan saham,
memungkinkan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan pendanaan jangka panjang
untuk menjual kepentingan dalam bisnis (efek ekuitas) dengan imbalan uang tunai. Ini adalah metode
utama untuk meningkatkan modal bisnis. Saham dijual melalui pasar primer
(primary market) atau pasar sekunder (secondary market). Jadi, Saham atau stocks adalah surat bukti
atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan terbatas.
Dengan demikian si pemilik saham merupakan perusahaan. Semakin besar
saham yang dimilikinya, maka semakin besar pula kekuasaannya di perusahaan
tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari saham dikenal dengan nama
dividen. Pembagian dividen ditetapkan pada penutupan laporan
keuangan berdasarkan RUPS ditentukan berapa dividen yang dibagi dan laba
ditahan.
7.
Pada
awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya
waktu hukum dagang mengkodifikasi aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri
atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPerdata ).
Antara KUHPerdata
dengan KUHDagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi
Pasal 1 KUHDagang, yang isinya sebagai berikut: Selama dalam Kitab
Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan
penyimpangan khusus, maka Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku juga
terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab Undang-undang ini. Jadi,
ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata berlaku juga terhadap masalah yang tidak
diatur secara khusus dalam KUHDagang, dan sebaliknya apabila KUHDagang mengatur
secara khusus, maka ketentuan-ketentuan umum yang diatur dalam KUHPerdata tidak
berlaku, dalam bahasa lain berlaku adagium “Lex specialis derogat legi
generali”, yakni hukum khusus dapat mengeyampingkan hukum umum.
8.
Iya
Surat Berharga masuk dalam Hukum dagang. Surat Berharga adalah surat pengakuan
utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau
kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.
KUHD mengatur beberapa jenis instrumen surat berharga yang bisa
diperdagangkan, bagaimana bentuknya dan karakteristik dari surat berharga
tersebut. Instrumen ini cenderung sederhana agar mudah dimengerti maupun
dialihkan. Untuk memastikan keduanya maka aturan KUHD bersifat "memaksa",
alias mengikat bagi surat berharga dengan jenis yang diatur dan diterbitkan
berdasarkan aturan dalam KUHD.
Namun, dengan berkembangnya dunia bisnis dan keuangan, jenis surat
berharga yang beredar sekarang tidak terbatas pada yang diatur dalam KUHD. Aturan
terhadap surat berharga ini pun beragam, bergantung pada jenis serta otoritas
yang bersangkutan, misalnya instrumen pasar modal diatur spesifik oleh BAPEPAM
dan otoritas bursa (Bursa Efek Jakarta/Surabaya). Banyak pula instrumen surat
berharga lain yang sifatnya kontraktuil, diterbitkan berdasarkan pada
kesepakatan para pihak dalam bentuk perjanjian diantara mereka. Para pihak
dapat mengatur sendiri jenis instrumennya, bisa berbeda dengan KUHD selama
tidak menamakan instrumen tersebut wesel, surat sanggup atau jenis lainnya yang
diatur dalam KUHD.
9.
Tidak,
Obligasi tidak diatur di dalam KUHD. Pengaturan tentang Obligasi dapat
ditemukan di luar dari KUHD yakni diseluruh peraturan perundang-undangan yang
ada di Indonesia. Ini dapat dilihat pertama sekali pada Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 1963 tentang Pinjaman Obligasi oleh Bank/Perusahaan/Badan
Pemerintah maupun Swasta. Inilah produk hukum yang pertama sekali mengatur
diterbitkannya obligasi oleh bank/perusahaan/badan pemerintah maupun swasta di
Indonesia. Lalu dengan berkembangnya pasar uang dan modal dipandang perlu untuk
kembali meninjau peraturan tersebut. Oleh karena itu Peraturan Pemerintah No. 6
Tahun 1963 dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1973.
Seiring dengan
perkembangan pasar modal yang sudah menyentuh tingkat internasional maka
pemerintah mengeluarkan regulasi dengan menerbitkan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 17 tahun 1978 tentang Pinjaman Luar Negeri dalam Bentuk Surat
Utang atau Obligasi. Keputusan Presiden ini menjadi payung hukum bagi setiap
penerbit obligasi yang akan mengeluarkan surat utang kepada lembaga asing.
Berkembangnya
perdagangan obligasi ini membuat pemerintah semakin memperkuat payung hukum
penerbitan obligasi di dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dari diterbitkannya
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 755/KMK.011/1982 tentang
Tata Cara Menawarkan Obligasi kepada Masyarakat oleh Badan Usaha selain Bank
dan LKBB. Lalu dterbitkan juga Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 1/KMK.04/1983 tentang Pemberian Keringanan Perpajakan bagi Pembelian
Obligasi oleh Masyarakat Pemodal. Kedua produk hukum ini menjadi dasar hukum
dan acuan bagi badan usaha yang ingin
melakukan penawaran obligasi kepada masyarakat di Indonesia.
Pengaturan
obligasi juga dimuat pada dalam Pasal 1 angkat 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan yang mengatakan surat berharga adalah surat pengakuan
utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau derivatifnya, atau
kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar modal dan uang. Dengan adanya aturan ini maka setiap
bank dapat menerbitkan obligasi.
Pengaturan mengenai obligasi dapat
juga dilihat dalam berbagai jenis Keputusan Ketua BAPEPAM-LK.
Pengaturan-pengaturan mengenai obligasi itu antara lain terdapat pada Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep: -412/BL/2009
tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang. Dalam
peraturan ini dapat ditemukan fungsi, tugas, serta tanggung jawab Wali Amanat
dalam hal melakukan penerbitan obligasi. Pengaturan lainnya dapat ditemukan
pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor:
Kep-05/PM/2004 tentang Penawaran Umum oleh Pemegang Saham. Peraturan inilah
yang digunakan Emiten dalam rangka melakukan penawaran umum obligasi kepada
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar